Tan Malaka dizholimi bangsanya sendiri ?
Kalau berbicara tentang Tan Malaka, saya selalu terharu. Bagaimana bisa orang yang telah berjasa bagi Indonesia ini, saat kita bersama-sama menyelenggarakan “Revolusi Kemerdekaan”, dia dizholimi bangsanya sendiri !. Sebuah uraian kejadian yang tidak masuk akal ?. Padahal Tan berjuang jauh sebelum Indonesia merdeka. Idenya banyak yang menginspirasi pejuang Indonesia lainnya, seperti Soekarno, Adam malik, Chairul Saleh, Soekarni, bahkan Jenderal Soedirman dan Sjahrir.
Dalam bukunya “dari penjara ke penjara”, Tan bercerita tentang penderitaannya berkelana dari penjara ke penjara. Untuk pertama kali dirinya ditangkap di Madiun atas perintah Amir Syarifudin Menteri pertahanan RI. Ini terjadi pada tanggal 17 Maret 1946. Dia dibawa ke Tawang Mangu dan disana diberlakukan sebagai tahanan rumah selama 3 bulan lebih. Bersamanya adalah Abikusno Tjokrosuyoso, Soekarni dan Mohammad Yamin. Saat terjadi peristiwa penculikan Perdana Menteri Syahrir pada tanggal 27 Juni 1946 maupun peristiwa 3 Juli 1946, Tan Malaka Cs berada di Tawang Mangu. Dan menurut pengakuannya dia tidak ada sangkut pautnya pada kedua peristiwa tersebut yang terkait pada nama-nama seperti Jenderal Mayor Soedarsono, Mr Budyarto, Mayor AK jusuf, Iwa Kusumasumantri, Mr Ahmad Soebardjo dan Dr Buntaran. Hubungannya Cuma sebatas sesama anggota Persatuan Perjuangan saja dengan mereka. Persatuan Perjuangan (PP) adalah kelompok politik yang tidak sudi menerima perundingan Indonesia-Belanda yang merugikan Republik Indonesia. Persatuan perjuangan memiliki dasar perjuangan yaitu yang namanya "Minimum Program". Tapi Pemerintahan sayap kiri, tetap saja melakukan perjuangan diplomasi yang amat merugikan itu. Kalau dalam Linggajati (1947), Republik tinggal hanya terdiri dari Jawa, Madura dan Sumatra, maka dalam Renville (1948) lebih parah lagi. RI hanya sebagian kecil Jawa dan sebagian Sumatera. Untuk inilah PP berjuang agar RI tidak lebih terpuruk lagi, padahal Belanda sudah berhasil memunculkan negara Federal seperti halnya Negara Indonesia Timur. PP berjuang dibidang politik untuk memprotes kebijaksanaan Pemerintah itu. Maka Pemerintah menjadi mersa dihalang-halangi PP. Tidak ayal lagi, Pemerintah merasa terganggu. Merasa bahwa gerakan melawan Pemerintah ini didalangi Tan Malaka, Pemerintah sayap kiri yang awalnya dipimpin Sjahrir kemudian Amir Sjarifudin, segera membuat pernyataan bahwa peristiwa 3 Juli yang tujuannya untuk merobohkan Pemerintah adalah sebuah gerakan yang dipimpin Tan Malaka. Pada tanggal 6 Juli 1946, Tan Cs dibawa dari tahanan rumah Tawang Mangu menuju banyak tempat. Mulai dari Solo, Yogyakarta, Mojokerto, Magelang, Ponorogo dan Madiun. Sidang perkara tuduhan makar pada komplotan ini, baru berlangsung pada bulan Februari 1948. Dan atas grasi Presiden, pada tanggal 17 Agustus 1948, semua tahanan di bebaskan. Tan Malaka sendiri baru dibebaskan pada tanggal 16 September 1948 dari Penjara di Magelang. Tidak banyak yang terungkap peristiwa demi peristiwa yang terjadi atas dirinya sesudah tahun 1948. Kecuali nanti pada bulan Juli tahun 1949, muncul berita disurat khabar nasional maupun internasional bahwa Tan Malaka telah dieksekusi. Misalnya pada berita Majalah Times tertanggal 4 Juli 1949 muncul tulisan : "The Republicans dressed up their account of Tan's execution with details. Tan, they said, was executed by a firing squad April 9, near Blitar, in East Java. The Republicans also reported that they had executed three other Communist chieftains: former Premier Amir Sjarifoedin, R. M. Suripino, a former Republican diplomat, and a Communist Party secretary named Hadjono". Kekuasaan apakah yang telah mengadilinya dan menghukum matinya itu ?. Kalau dilihat saat itu Pemerintah RI belum kembali ke Yogya. Dan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatera yang berpusat di Bidar Alam, apa mungkin mampu melakukan Mahkamah Peradilan Luar Biasa bagi seorang pejuang setingkat Tan Malaka ?. Kalau saja Soekarno yang sedang di buang di bangka sampai Juli 1949, sudah kembali berkuasa, tentu eksekusi ditepi Kali Brantas tersebut tidak akan terjadi. Dia pasti membela orang yang dianggap gurunya tersebut. Sutan Malaka jasadnya tidak pernah dihargai sepantasnya dan tanpa kuburan.
(Foto atas, Tan Malaka kiri dan 2 orang sahabatnya, Soekarni dan Nyonya Mangunsarkoro.
Dalam bukunya “dari penjara ke penjara”, Tan bercerita tentang penderitaannya berkelana dari penjara ke penjara. Untuk pertama kali dirinya ditangkap di Madiun atas perintah Amir Syarifudin Menteri pertahanan RI. Ini terjadi pada tanggal 17 Maret 1946. Dia dibawa ke Tawang Mangu dan disana diberlakukan sebagai tahanan rumah selama 3 bulan lebih. Bersamanya adalah Abikusno Tjokrosuyoso, Soekarni dan Mohammad Yamin. Saat terjadi peristiwa penculikan Perdana Menteri Syahrir pada tanggal 27 Juni 1946 maupun peristiwa 3 Juli 1946, Tan Malaka Cs berada di Tawang Mangu. Dan menurut pengakuannya dia tidak ada sangkut pautnya pada kedua peristiwa tersebut yang terkait pada nama-nama seperti Jenderal Mayor Soedarsono, Mr Budyarto, Mayor AK jusuf, Iwa Kusumasumantri, Mr Ahmad Soebardjo dan Dr Buntaran. Hubungannya Cuma sebatas sesama anggota Persatuan Perjuangan saja dengan mereka. Persatuan Perjuangan (PP) adalah kelompok politik yang tidak sudi menerima perundingan Indonesia-Belanda yang merugikan Republik Indonesia. Persatuan perjuangan memiliki dasar perjuangan yaitu yang namanya "Minimum Program". Tapi Pemerintahan sayap kiri, tetap saja melakukan perjuangan diplomasi yang amat merugikan itu. Kalau dalam Linggajati (1947), Republik tinggal hanya terdiri dari Jawa, Madura dan Sumatra, maka dalam Renville (1948) lebih parah lagi. RI hanya sebagian kecil Jawa dan sebagian Sumatera. Untuk inilah PP berjuang agar RI tidak lebih terpuruk lagi, padahal Belanda sudah berhasil memunculkan negara Federal seperti halnya Negara Indonesia Timur. PP berjuang dibidang politik untuk memprotes kebijaksanaan Pemerintah itu. Maka Pemerintah menjadi mersa dihalang-halangi PP. Tidak ayal lagi, Pemerintah merasa terganggu. Merasa bahwa gerakan melawan Pemerintah ini didalangi Tan Malaka, Pemerintah sayap kiri yang awalnya dipimpin Sjahrir kemudian Amir Sjarifudin, segera membuat pernyataan bahwa peristiwa 3 Juli yang tujuannya untuk merobohkan Pemerintah adalah sebuah gerakan yang dipimpin Tan Malaka. Pada tanggal 6 Juli 1946, Tan Cs dibawa dari tahanan rumah Tawang Mangu menuju banyak tempat. Mulai dari Solo, Yogyakarta, Mojokerto, Magelang, Ponorogo dan Madiun. Sidang perkara tuduhan makar pada komplotan ini, baru berlangsung pada bulan Februari 1948. Dan atas grasi Presiden, pada tanggal 17 Agustus 1948, semua tahanan di bebaskan. Tan Malaka sendiri baru dibebaskan pada tanggal 16 September 1948 dari Penjara di Magelang. Tidak banyak yang terungkap peristiwa demi peristiwa yang terjadi atas dirinya sesudah tahun 1948. Kecuali nanti pada bulan Juli tahun 1949, muncul berita disurat khabar nasional maupun internasional bahwa Tan Malaka telah dieksekusi. Misalnya pada berita Majalah Times tertanggal 4 Juli 1949 muncul tulisan : "The Republicans dressed up their account of Tan's execution with details. Tan, they said, was executed by a firing squad April 9, near Blitar, in East Java. The Republicans also reported that they had executed three other Communist chieftains: former Premier Amir Sjarifoedin, R. M. Suripino, a former Republican diplomat, and a Communist Party secretary named Hadjono". Kekuasaan apakah yang telah mengadilinya dan menghukum matinya itu ?. Kalau dilihat saat itu Pemerintah RI belum kembali ke Yogya. Dan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatera yang berpusat di Bidar Alam, apa mungkin mampu melakukan Mahkamah Peradilan Luar Biasa bagi seorang pejuang setingkat Tan Malaka ?. Kalau saja Soekarno yang sedang di buang di bangka sampai Juli 1949, sudah kembali berkuasa, tentu eksekusi ditepi Kali Brantas tersebut tidak akan terjadi. Dia pasti membela orang yang dianggap gurunya tersebut. Sutan Malaka jasadnya tidak pernah dihargai sepantasnya dan tanpa kuburan.
(Foto atas, Tan Malaka kiri dan 2 orang sahabatnya, Soekarni dan Nyonya Mangunsarkoro.
0 komentar:
Posting Komentar