Membentang di sekitar "jantung" Pulau Sulawesi, Luwu laksana sebuah negeri yang terlupakan. Sejarahnya yang panjang dan mengagumkan seolah hilang tanpa bekas. Meski penuh sejarah yang melegenda, ironis adalah kata yang pas untuk menggambarkan kondisi atau keadaan wilayah ini. Padahal, tak sedikit para sejarawan dari dalam dan luar negeri menyebutkan bahwa di sini pernah berdiri kerajaan tertua di Sulawesi, yakni Kerajaan Luwu. Ada pula yang mengatakan bahwa kerajaan ini muncul pada abad ke-8 atau seusia dengan Kerajaan Sriwijaya di Sumatera Selatan. Apa yang diyakini oleh para pakar sejarah tentang eksistensi Luwu memang masih mengandung perdebatan. Masalahnya keyakinan itu hanya berangkat dari sebuah naskah sastra kuno I La Galigo yang dipercaya sebagai "buku" sejarah yang menceritakan asal muasal orang Sulawesi. Kerajaan ini berpusat di sebuah kota di tepi Teluk Bone yang tenang. Dari istananya, sang raja mengontrol wilayah Tanah Toraja, Kolaka yang kini masuk wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara dan Poso di Sulawesi Tengah yang kala itu menjadi wilayahnya. Namun, terlepas dari itu, sejumlah bukti kejayaan masa lalu masih bisa dijumpai hingga saat ini, walau sebagian dari peninggalan itu bukan lagi dalam keadaan aslinya. Salah satu peninggalan kerajaan Luwu yang masih tersisa adalah kompleks Kedatuan (kerajaan) Luwu yang berdiri di sebuah kota mungil di tepian Teluk Bone. yaitu Kota Palopo. Seiring dengan munculnya kerajaan-kerajaan lain di bumi Sulawesi pada sekitar tahun 1500 dan 1530 kejayaan kerajaan Luwu mulai meredup. Pada tahun 1509, Luwu memang sempat menyerang Bone, tapi gagal. Malah Dewaraja, sang raja Luwu hampir terbunuh. Akhirnya Luwu pun berhasil dikuasai oleh Bone, Luwu pun runtuh. Meski begitu, kerajaan Luwu masih disanjung dan dihormati oleh kerajaan-kerajaan lain di Sulawesi Selatan. Kejatuhan Luwu, turut membawa angin perubahan dalam hal kepercayaan masyarakat Luwu. Pengaruh Islam yang sebelumnya telah berkembang pesat di Makassar, ikut menyebar ke utara Makassar, termasuk Luwu. Salah satu peninggalan yang bisa dijumpai adalah sebuah mesjid tua yang kini berada di jantung kota Palopo. Mesjid ini lah yang menjadi salah satu saksi penting masuknya Islam di Wilayah Luwu. Pada era kolonialisme Belanda di Sulawesi, Luwu pun tak urung dikuasai. Pada masa ini, Luwu pun tercatat melakukan perlawanan-perlawanan. Tokoh-tokoh pergerakan Luwu antara lain: Hulubalang Andi Tadda yang bersama dengan laskarnya di Ponjalae, pantai Palopo pada tahun 1905 dan Andi Jemma yang pada bulan April 1950 dikukuhkan kembali kedudukaunya sebagai Datu/Pejuang Luwu. Atas jasa-jasannya terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia, Andi Jemma dianugerahi Bintang Gerilya oleh Presiden Soekarno, presiden pertama di republik ini. Pada tahun 1961, oleh pemerintah pusat. Luwu dijadikan sebagai daerah tingkat II yang memiliki 16 distrik di wilayahnya. Kemudian, pada sekitar tahun 1999, tepatnya pada tanggal 10 Februari 1999, Kabupaten Luwu kembali dimekarkan menjadi Kabupaten Luwu Utara dan Luwu Timur dan Palopo menjadi kota admistratif Harta Terpendam di Tanah Luwu Timur Sebelum tahun 1968, kawasan Luwu mungkin hanya kawasan yang dipenuhi hutan lebat dan dihuni oleh gugusan pegunungan Verbeek yang angkuh berdiri melindungi wilayah ini. Namun, selanjutnya Luwu mulai berubah dengan adanya aktivitas perusahaan tambang nikel, PT. Inco yang memulai operasinya di Malili. Dari Malili, perusahaan ini kemudian pindah ke Sorowako dan memusatkan segala aktivitasnya di sana sampai sekarang. Aktivitas penambangan mineral membawa perubahan drastis pada Luwu Timur. Wilayah yang tadinya hening, kini berubah menjadi ramai. Wilayah ini laksana medan magnet dan mulai dikunjungi oleh para pekerja tambang, bukan hanya dari Sulawesi atau Nusantara saja, tapi juga dari berbagai penjuru dunia. Wajah Sorowako pun ikut berubah. Layaknya kota mandiri, Sorowako memiliki infrastruktur yang lengkap dan sangat baik. Jalan aspal yang mulus, penerangan listrik, telepon hiugga bandara dimiliki oleh kota ini. Sebagian besar sarana ini memang dibuat untuk kepentingan perusahaan tambang. Namun, masayarakat asli pun bisa menikmatinya. Sumber : Majalah Tamasya Peta Lokasi : Map data ©2011 Tele Atlas - |
0 komentar:
Posting Komentar