Dalam tahun 2002 Raja Luwu terakhir Andi Jemma, telah dinyatakan presiden RI selaku pahlawan nasional pada tanggal 8 November 2002. Beliua dalam masa revolusi bersama dengan rakyat tana Luwu mendukung sepenuhnya proklamasi 17-8-1945, kemudian mengankat senjata melakukan perlawanan terhadap NICA mempertahankan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia ,beliau mempertaruhkan kerajaan, diri dan keluarganya bersama dengan rakyatnya mendukung kemerdekaan Republik Indonesia dicintainya.
Beliau bersama dengan permaisyurinya meninggalkan istananya menyingkir; setelah pertempuran berlangsung di kota Palopo oleh rakyat Luwu melawan tentara NICA tanggal 23 –1-1946.
Hingga tanggal 23 Januari 1946 dinyatakan dan dirayakan oleh rakyat Tana Luwu selaku hari perlawanan semesta rakyat Luwu. Namun beliau sudah lama tiada, telah puluhan tahun marhum. Andi Jemma adalah raja ke 36 dari kerajaan Luwu menurut silsilah keturunan raja-raja Luwu.
Setelah istana kerajaan Luwu diduduki oleh NICA, raja Luwu bersama dengan permaisyurinya Andi Tenripadang menyingkir ke keluar kota Palopo ke perkampungan penduduk dalam wilayah daerah kerajaannya, misalnya ke Lamasi pantai, Wailawiè, Batuputè dan lain tempat, tetapi akhirnya beliau tertangkap oleh Belanda dan dibuang ke Ternate. Sementara rajanya dalam pengasingan, rakyat Luwu diperintah kembali oleh Belanda, tetapi dendam kesumat rakyat Luwu tidak pernah padam. Dendam yang ibarat api dalam sekam.
Daerah kerajaan Luwu setelah pembentukan Kabupaten, seluruh daerahnya masuk didalam wilayah Suwawesi-Selatan sekarang. Namun pada masa sebelum jaman penjajahan; sebelum kolonial Belanda datang, malah sesudah kemerdekaan; Luwu masih luas daerah wilayahnya bila dibanding dengan kawasan yang disebut tana Luwu sekarang.
Luwu sampai tahun enam puluhan masih meliputi Kabupaten Tana-Toraja Sul-Sel dan Kabupaten Kolaka, batasnya buapinang, Sulawesi-Tenggara. Sebelum masa penjajahan, Luwu meliputi Poso-Kolonedale, Sulawesi-Tengah. Siwa Kecamatan Pitumpanua Kabupaten Wajo, mulai dari Buriko sampai batas sungai Akkotengen.
Daerah ini, selama berdirinya mengalami suka-duka. Malah kalau kita tilik dalam sejarah penundukan Kolonial Belanda, salah satu dari kerajaan di Sulawesi Selatan yang tidak lama dibawah kekuasaan Belanda. Karena Belanda baru berhasil menduduki Palopo, ibu kota kerajaan Luwu dalam tahun1905, setelah berlangsung pertempuran dahsyat antara rakyat dan patriot Luwu melawan Kompeni Belanda. Perlawanan rakyat Luwu terhadap serangan Belanda pada saat Kompeni Belanda dari arah Selatan datang menyerang ibu kota tana Luwu dan melakukan pendaratan Palopo dipantai Panjalaè. Disana disambut dengan perlawan oleh rakyat Luwu yang dipimpin oleh Hulubalang kerajaan Luwu Andi Tadda, hingga peristiwa dan perlawanan rakyat Luwu ini disebut perang Punjalaè. Pongjalaè ini pinggiran selatan Tanjung Mas pelabuhan kota Palopo.
Hal ini mungkin dipertanyakan, mangapa bisa terjadi; Goa, Bone dan daerah lain di Sulawesi sudah takluk, masih dalam abad XVII dibawah Kompeni VOC. Apa penyebabnya hingga Luwu tidak langsung takluk pada kompeni. Utamanya pusat pemerintahan Luwu di Palopo. Tidak langsung dicampuri dan diperintah oleh Kompeni Belanda.
Kembali kepada jaman Bahari.
Konon sejarah Luwu ini merupakan simbol dari keturunan raja-raja asal Sulawesi Selatan diluar Sulawesi. Dimanapun mereka berada dan turut duduk dalam pemerintahan pada kerajaan setempat, mereka ini masih tetap mengikut-sertakan silsilah keturunan, nama leluhurnya berasal dari Kerajaan Luwu.
Nama Luwu ini tidak luput pula dihubungkan dengan nama seorang putera perkasa Luwu, yang dimitoskan berkekuatan diatas kekuatan manusia biasa, yang bernama ‘Sawerigading’. Sehingga Luwu dijuluki dengan nama ‘Bumi Sawerigading’. Sawerigading ini adalah putera mahkota kerajaan Luwu. Namun dalam hidupnya Ia tidak pernah menduduki tahta kerajaan di Luwu. Adik perempuannya yang bernama ‘Tenriabeng’ yang dinobatkan ayahnya duduk ditahta memerintah, setelah abangnya pergi mengembara. Menurut kisah-kisah orang tua-tua di tana Luwu, Sawerigading melayari berbagai pulau dikepulauan Bahari sampai ke Cina. Dari kisah-kisah ini dikenal pula di Tana Luwu nama-nama Palempang/ Palembang, Bangkè/ Bangka, Singgaraja/Singaraja, Paluaè/Palu dan lain nama, yang sekarang dikenal dengan nama-nama berbagai kota di berbagai pulau di Indonesia.
Serangkaian dengan kisah ‘sastra Lagaligo’ yang diungkapkan orang tua-tua Luwu, dikisahkan Sawerigading mempunyai seorang putera cerdik dan pandai yang bernama ‘Lagaligo’. Lagaligo inilah yang menciptakan ‘aksara” yang disebut ‘aksara Lagaligo’, yang sampai sekarang dikembangkan menjadi aksara lontara, selaku dasar aksara dari tulisan Bugis dan Makassar. Dalam rangkaian kisah ini pula disebutkan Sawerigading menuju ke Cina dan kembali dengan membawa permaisyuri dari puteri Cina yang bernama ‘ I’ Chu Da’i’.
Dalam jaman revolusi pisik.
Tindakan dan perlakuan kejam Belanda di Sulawesi Selatan yang dipimping oleh Westerling yang menurut sejarah Sulawesi Selatan dikenal dan dikenang dengan korban 40.000 Jiwa, tidak dirasakan langsung di kerajaan Luwu, tetapi pemuda-pemuda Luwu tidak ketinggalan turut mengambil bahagian. Pemuda-pemuda dari tana Luwu keluar dari Luwu, turut bergerilya membantu pemuda-pemuda di daerah lain, hingga di Luwu dijadikan somboyang pemuda pada masa revolusi “Luwu-Maserengpulu-Polombangkeng” pantang menyerah dan tidak akan taklut kepada Belanda. Malah pemuda asal Luwu lainnya menyeberang ke pulau Jawa turut mengambil bahagian, di pulau Jawa bersama pemuda Indonesia lainnya mempertahankan kemerdekaan. Hanya disayangkan karena diantara pemuda-pemuda ini, mereka merasa idenya selalu ditampikkan, dirinya dirasanya diabaikan dan malah disisikan, hingga Kahar Muzakkar akhirnya dinyatakan oleh pemerintah selaku pembangkan dan pemberontak Negara.
Dalam perjalanan sejarah, setelah penyerahan kedaulatan RI oleh pemerintah Belanda. Setelah berlangsung konfrensi Meja Bundar di Den Haag tanggal 29 Desember 1949, Luwu mulai awal tahun limapuluhan merubah sejarah. Mulai dari tahun 1953 Luwu menjadi tempat pusat pergerakan DI/TII, yang membawa gangguan keamanan selama belasan tahun di Sulawesi Selatan dan Tenggara. Akibat kekacauan dan gangguan keamanan ini, daerah Luwu menjadi salah satu daerah yang tertinggal diposisi belakang dalam berbagai bidang, utamanya pendidikan, ekonomi dan pembangunan. Dapat dibayangkan daerah Luwu ini, setelah pertengahan tahun limaluhan, daerah Luwu yang luasnya lebih dari 17 ribu kilometer bujur sangkar lebih, hanya sekitar tujuh puluh kilo meter saja yang dikuasai oleh pemerintah danTNI. Inipun hanya sepanjang pinggir jalanraya saja, selebihnya dikuasai oleh pemberontak. Hanya sebatas Masamba, Palopo sampai Bua saja.
Pergolakan dan kekacauan di daerah Luwu ini, membawah daerah ini belasan tahun dalam keterkurungan. Potensi alam dan lahan yang dimiliki daerah ini menjadi terbengkalai. Tidak dikelolah apalagi hasilnya diperjual belikan untuk diekspor. Selama kekacauan didaerah ini, Luwu menjadi terisolasi dari daerah luar. Tampuk pimpinan pemerintah baik dari Propensi apalagi dari pusat tidak tertarik datang ke Palopo ibu kota Luwu. Apalagi hubungan lalu-lintas darat antara Makassar dengan Palopo sangat sulit. Hanya satu poros jalanan ke Palopo via Enrekang ke Tana Toraja terus ke Palopo. Poros jalan darat lainnya lewat selatan ke Belopa Kabupaten Luwu dan Siwa Kabupaten Wajo tidak dapat dilalui, karena jalanan mengalami kerusakan total, semua jembatan terendam dalam sungai.
Setelah keamanan di Sulawesi selatan dan Tenggara pada pertengahan tahun enampuluhan pulih, daerah Luwu tidak segera normal, karena sarana jalanan yang rusak tidak mudah ditanggulangi. Walaupun demikian, hasil hutan dan potensi lainnya mulai di garap perlahan, beransur-ansur memberi hasil.
Hasil hutan berbentuk kayu bundar dan rotan sudah mulai di kelola. Begitupun kopra dan hasil pertanian berupa beras sudah dikirim keluar daerah Luwu. Daerah Luwu yang luas; Kabupaten yang terbesar di Sulawesi Selatan, sebahagian besar lahannya adalah hutan belantara. Dibanding dengan jumlah penduduk pada akhir tahun enam puluh, Luwu memiliki penduduk masih jarang untuk mengelolah daerah yang luas.
Kebijaksanaan transmigrasi dari pemerintah pusat, mengirim transmigrasi nasional ke daerah Luwu turut mempercepat perhatian pemerintah pusat ke daerah ini. Transmigrasi nasional ini ditempatkan ditanah-tanah subur dilembah sungai Kalaèna dan tanah-tanah subur lainnya di daerah Luwu-Utara, di Kecamatan Bone-bone, Wotu dan Mangkutana dalam tahun tujuh puluhan. Selain itu terjadi teransmigrasi lokal dan perpindahan penduduk secara suka rela dari dalam wilayah Sulawesi Selatan, contohnya transmigrasi lokal di Kecamatan Malangke. Disanalah dimulai dengan penanaman jeruk manis.
Kehadiran PT INCO mengexpolorasi pertembangan nikkek di Suruako, waktu itu masih kecamatan Nuha, sekarang kabupaten Luwu Timur mempercepat perhatian pemerintah pusat ke Daerah Luwu. Usaha dari perusahaan Canada mengolola tambang nikkel dipinggiran danau tiga seuntai ‘Towoti, Matana dan Mahalona’ mempercepat membanjirnya berbagai suku bangsa Indonesia ke Luwu mencari pekerjaan, malah berbagai bangsa yang turut dalam pembangunan tingkat permulaan yang dilakukan oleh Bechtel & Co..
Dari luar negeri Luwu sudah mendapat pula bantuan melalui USAID yang terkordinasi dalam proyek Luwu, transmigrasi dan irigasi pertanian di wilayah Luwu utara, menjadi sasaran pokok. Kebanyakan proyek dari pusat lebih dekat dengan obyek dan proyek transmigrasi.
Dalam bidang pemerintahan.
Setelah kedaulan RI dicapai, rakyat Luwu berharap untuk dijadikan daerah istimewa, salah satu daerah istimewa setelah Jokyakarta pada masa itu. Alasan raja dan rakyat Luwu, menghaap dan memohon hal ini, karena kerajaan Luwu salah satu kerajaan yang raja dan rakyatnya serentak mendukung dan mempertahan proklamasi kemerdekaan 17-8-1945. Malah sebelum kemerdekaan diproklamirkan oleh Ir Sukarno dan Drs M. Hatta, Andi Jemma pada tanggal 15-8-1945 membentuk “Gerakan Sukarno Muda”. Tetapi impian rakyat dan raja Luwu tidak kunjung datang. Mungkin kerena komunikasi antara Rakyat Luwu dan pemerintah pusat tidak tersambung, hingga impian tetap impian. Setelah keamanan di Luwu mulai pulih, rakyat Luwu dalam tahun enampuluhan bercita-cita untuk menjadi Propensi Daerah Tingkat I, sebelum terbentuk Propensi Sulawesi Tengah. Tetapi sekali lagi mungkin komunikasi tidak bersambung ke pusat, atau tersendat dan terhalang dalam perjalanan hal ini tidak pernah tercapai. Malah yang jadi Propensi adalah Palu dengan nama Propensi Sulawesi Tengah.
Dengan lajunya pembangunan di Luwu, ditunjang jalanraya antara Makassar Malili membelah dua daerah Luwu dari arah Selatan Batu Lappa ke Utara, Timur Malili, yang orang bilang jalanraya terbaik diluar pulau Jawa, yang dibangun dan digunakan pada awal tahun delapanpuluhan, ditambah pula dengan berpungsinya Lapangan Udara Andi Jemma di Masamba, pembangunan di daerah Luwu makin laju, cepat mengimbangi keterbelakangan yang dialami daerah ini selama belasan tahun lamanya.
Setelah terjadi reformasi, dan berlaku undang-undang No.22, merupakan angin buritan yang menopan layar Luwu untuk mewujudkan lahirnya Luwu-Utara, yang beribu kota di Masamba masih dalam kurung waktu tahun 1999. Dan dalam tahun 2002 Palopo berpeluang berfungsi kota otonom Palopo, selain itu, Luwu Timur, selaku penghasil Nikkel terbesar di Kawasan Timur Indonesia menjadi Kabupaten Luwu Timur dengan ibu kota Malili. Terbentuknya Kabupaten Luwu Utara beribu kota di Masamba, Kabupaten Luwu-Timur yang beribu kota di Malili dan terwujudnya permerintahan otonom kota Palopo. Kabupaten Luwu terdesak dan terpaksa memindahkan ibu kota ke Luwu, beribu kota baru di Belopa, lebih 50 Kilometer sebelah Selatan kota Palopo.
Dengan terbentuknya kota Palopo, Kabupaten Luwu, Kabupaten Luwu-Utara, dan Kabupaten Luwu-Timur, dan akan lahir menyusul Kabupaten Luwu Tengah, dengan demikian Luwu mewujudkan Luwu berwajah baru.
Luwu sekarang menjadi beberapa pemerintahan tingkat kabupaten dan kota, hingga Luwu tidak mau diceraikan dalam mewujud “ Tana-Luwu”.
Melihat syarat-syarat yang telah banyak dipenuhi oleh Tana-Luwu, impian rakyat dan politikus dari tana Luwu jangan dibiarkan tetap jadi impian, sebagai mana dialami rakyat Luwu masa lalu, dari satu kekecewaan kekecewaan yang lain untuk mewujudkan Propensi Tana-Luwu. Propensi Luwu Raya sudah sekitar setengah abad menjadi idaman politik rakyat Luwu.
Beliau bersama dengan permaisyurinya meninggalkan istananya menyingkir; setelah pertempuran berlangsung di kota Palopo oleh rakyat Luwu melawan tentara NICA tanggal 23 –1-1946.
Hingga tanggal 23 Januari 1946 dinyatakan dan dirayakan oleh rakyat Tana Luwu selaku hari perlawanan semesta rakyat Luwu. Namun beliau sudah lama tiada, telah puluhan tahun marhum. Andi Jemma adalah raja ke 36 dari kerajaan Luwu menurut silsilah keturunan raja-raja Luwu.
Setelah istana kerajaan Luwu diduduki oleh NICA, raja Luwu bersama dengan permaisyurinya Andi Tenripadang menyingkir ke keluar kota Palopo ke perkampungan penduduk dalam wilayah daerah kerajaannya, misalnya ke Lamasi pantai, Wailawiè, Batuputè dan lain tempat, tetapi akhirnya beliau tertangkap oleh Belanda dan dibuang ke Ternate. Sementara rajanya dalam pengasingan, rakyat Luwu diperintah kembali oleh Belanda, tetapi dendam kesumat rakyat Luwu tidak pernah padam. Dendam yang ibarat api dalam sekam.
Daerah kerajaan Luwu setelah pembentukan Kabupaten, seluruh daerahnya masuk didalam wilayah Suwawesi-Selatan sekarang. Namun pada masa sebelum jaman penjajahan; sebelum kolonial Belanda datang, malah sesudah kemerdekaan; Luwu masih luas daerah wilayahnya bila dibanding dengan kawasan yang disebut tana Luwu sekarang.
Luwu sampai tahun enam puluhan masih meliputi Kabupaten Tana-Toraja Sul-Sel dan Kabupaten Kolaka, batasnya buapinang, Sulawesi-Tenggara. Sebelum masa penjajahan, Luwu meliputi Poso-Kolonedale, Sulawesi-Tengah. Siwa Kecamatan Pitumpanua Kabupaten Wajo, mulai dari Buriko sampai batas sungai Akkotengen.
Daerah ini, selama berdirinya mengalami suka-duka. Malah kalau kita tilik dalam sejarah penundukan Kolonial Belanda, salah satu dari kerajaan di Sulawesi Selatan yang tidak lama dibawah kekuasaan Belanda. Karena Belanda baru berhasil menduduki Palopo, ibu kota kerajaan Luwu dalam tahun1905, setelah berlangsung pertempuran dahsyat antara rakyat dan patriot Luwu melawan Kompeni Belanda. Perlawanan rakyat Luwu terhadap serangan Belanda pada saat Kompeni Belanda dari arah Selatan datang menyerang ibu kota tana Luwu dan melakukan pendaratan Palopo dipantai Panjalaè. Disana disambut dengan perlawan oleh rakyat Luwu yang dipimpin oleh Hulubalang kerajaan Luwu Andi Tadda, hingga peristiwa dan perlawanan rakyat Luwu ini disebut perang Punjalaè. Pongjalaè ini pinggiran selatan Tanjung Mas pelabuhan kota Palopo.
Hal ini mungkin dipertanyakan, mangapa bisa terjadi; Goa, Bone dan daerah lain di Sulawesi sudah takluk, masih dalam abad XVII dibawah Kompeni VOC. Apa penyebabnya hingga Luwu tidak langsung takluk pada kompeni. Utamanya pusat pemerintahan Luwu di Palopo. Tidak langsung dicampuri dan diperintah oleh Kompeni Belanda.
Kembali kepada jaman Bahari.
Konon sejarah Luwu ini merupakan simbol dari keturunan raja-raja asal Sulawesi Selatan diluar Sulawesi. Dimanapun mereka berada dan turut duduk dalam pemerintahan pada kerajaan setempat, mereka ini masih tetap mengikut-sertakan silsilah keturunan, nama leluhurnya berasal dari Kerajaan Luwu.
Nama Luwu ini tidak luput pula dihubungkan dengan nama seorang putera perkasa Luwu, yang dimitoskan berkekuatan diatas kekuatan manusia biasa, yang bernama ‘Sawerigading’. Sehingga Luwu dijuluki dengan nama ‘Bumi Sawerigading’. Sawerigading ini adalah putera mahkota kerajaan Luwu. Namun dalam hidupnya Ia tidak pernah menduduki tahta kerajaan di Luwu. Adik perempuannya yang bernama ‘Tenriabeng’ yang dinobatkan ayahnya duduk ditahta memerintah, setelah abangnya pergi mengembara. Menurut kisah-kisah orang tua-tua di tana Luwu, Sawerigading melayari berbagai pulau dikepulauan Bahari sampai ke Cina. Dari kisah-kisah ini dikenal pula di Tana Luwu nama-nama Palempang/ Palembang, Bangkè/ Bangka, Singgaraja/Singaraja, Paluaè/Palu dan lain nama, yang sekarang dikenal dengan nama-nama berbagai kota di berbagai pulau di Indonesia.
Serangkaian dengan kisah ‘sastra Lagaligo’ yang diungkapkan orang tua-tua Luwu, dikisahkan Sawerigading mempunyai seorang putera cerdik dan pandai yang bernama ‘Lagaligo’. Lagaligo inilah yang menciptakan ‘aksara” yang disebut ‘aksara Lagaligo’, yang sampai sekarang dikembangkan menjadi aksara lontara, selaku dasar aksara dari tulisan Bugis dan Makassar. Dalam rangkaian kisah ini pula disebutkan Sawerigading menuju ke Cina dan kembali dengan membawa permaisyuri dari puteri Cina yang bernama ‘ I’ Chu Da’i’.
Dalam jaman revolusi pisik.
Tindakan dan perlakuan kejam Belanda di Sulawesi Selatan yang dipimping oleh Westerling yang menurut sejarah Sulawesi Selatan dikenal dan dikenang dengan korban 40.000 Jiwa, tidak dirasakan langsung di kerajaan Luwu, tetapi pemuda-pemuda Luwu tidak ketinggalan turut mengambil bahagian. Pemuda-pemuda dari tana Luwu keluar dari Luwu, turut bergerilya membantu pemuda-pemuda di daerah lain, hingga di Luwu dijadikan somboyang pemuda pada masa revolusi “Luwu-Maserengpulu-Polombangkeng” pantang menyerah dan tidak akan taklut kepada Belanda. Malah pemuda asal Luwu lainnya menyeberang ke pulau Jawa turut mengambil bahagian, di pulau Jawa bersama pemuda Indonesia lainnya mempertahankan kemerdekaan. Hanya disayangkan karena diantara pemuda-pemuda ini, mereka merasa idenya selalu ditampikkan, dirinya dirasanya diabaikan dan malah disisikan, hingga Kahar Muzakkar akhirnya dinyatakan oleh pemerintah selaku pembangkan dan pemberontak Negara.
Dalam perjalanan sejarah, setelah penyerahan kedaulatan RI oleh pemerintah Belanda. Setelah berlangsung konfrensi Meja Bundar di Den Haag tanggal 29 Desember 1949, Luwu mulai awal tahun limapuluhan merubah sejarah. Mulai dari tahun 1953 Luwu menjadi tempat pusat pergerakan DI/TII, yang membawa gangguan keamanan selama belasan tahun di Sulawesi Selatan dan Tenggara. Akibat kekacauan dan gangguan keamanan ini, daerah Luwu menjadi salah satu daerah yang tertinggal diposisi belakang dalam berbagai bidang, utamanya pendidikan, ekonomi dan pembangunan. Dapat dibayangkan daerah Luwu ini, setelah pertengahan tahun limaluhan, daerah Luwu yang luasnya lebih dari 17 ribu kilometer bujur sangkar lebih, hanya sekitar tujuh puluh kilo meter saja yang dikuasai oleh pemerintah danTNI. Inipun hanya sepanjang pinggir jalanraya saja, selebihnya dikuasai oleh pemberontak. Hanya sebatas Masamba, Palopo sampai Bua saja.
Pergolakan dan kekacauan di daerah Luwu ini, membawah daerah ini belasan tahun dalam keterkurungan. Potensi alam dan lahan yang dimiliki daerah ini menjadi terbengkalai. Tidak dikelolah apalagi hasilnya diperjual belikan untuk diekspor. Selama kekacauan didaerah ini, Luwu menjadi terisolasi dari daerah luar. Tampuk pimpinan pemerintah baik dari Propensi apalagi dari pusat tidak tertarik datang ke Palopo ibu kota Luwu. Apalagi hubungan lalu-lintas darat antara Makassar dengan Palopo sangat sulit. Hanya satu poros jalanan ke Palopo via Enrekang ke Tana Toraja terus ke Palopo. Poros jalan darat lainnya lewat selatan ke Belopa Kabupaten Luwu dan Siwa Kabupaten Wajo tidak dapat dilalui, karena jalanan mengalami kerusakan total, semua jembatan terendam dalam sungai.
Setelah keamanan di Sulawesi selatan dan Tenggara pada pertengahan tahun enampuluhan pulih, daerah Luwu tidak segera normal, karena sarana jalanan yang rusak tidak mudah ditanggulangi. Walaupun demikian, hasil hutan dan potensi lainnya mulai di garap perlahan, beransur-ansur memberi hasil.
Hasil hutan berbentuk kayu bundar dan rotan sudah mulai di kelola. Begitupun kopra dan hasil pertanian berupa beras sudah dikirim keluar daerah Luwu. Daerah Luwu yang luas; Kabupaten yang terbesar di Sulawesi Selatan, sebahagian besar lahannya adalah hutan belantara. Dibanding dengan jumlah penduduk pada akhir tahun enam puluh, Luwu memiliki penduduk masih jarang untuk mengelolah daerah yang luas.
Kebijaksanaan transmigrasi dari pemerintah pusat, mengirim transmigrasi nasional ke daerah Luwu turut mempercepat perhatian pemerintah pusat ke daerah ini. Transmigrasi nasional ini ditempatkan ditanah-tanah subur dilembah sungai Kalaèna dan tanah-tanah subur lainnya di daerah Luwu-Utara, di Kecamatan Bone-bone, Wotu dan Mangkutana dalam tahun tujuh puluhan. Selain itu terjadi teransmigrasi lokal dan perpindahan penduduk secara suka rela dari dalam wilayah Sulawesi Selatan, contohnya transmigrasi lokal di Kecamatan Malangke. Disanalah dimulai dengan penanaman jeruk manis.
Kehadiran PT INCO mengexpolorasi pertembangan nikkek di Suruako, waktu itu masih kecamatan Nuha, sekarang kabupaten Luwu Timur mempercepat perhatian pemerintah pusat ke Daerah Luwu. Usaha dari perusahaan Canada mengolola tambang nikkel dipinggiran danau tiga seuntai ‘Towoti, Matana dan Mahalona’ mempercepat membanjirnya berbagai suku bangsa Indonesia ke Luwu mencari pekerjaan, malah berbagai bangsa yang turut dalam pembangunan tingkat permulaan yang dilakukan oleh Bechtel & Co..
Dari luar negeri Luwu sudah mendapat pula bantuan melalui USAID yang terkordinasi dalam proyek Luwu, transmigrasi dan irigasi pertanian di wilayah Luwu utara, menjadi sasaran pokok. Kebanyakan proyek dari pusat lebih dekat dengan obyek dan proyek transmigrasi.
Dalam bidang pemerintahan.
Setelah kedaulan RI dicapai, rakyat Luwu berharap untuk dijadikan daerah istimewa, salah satu daerah istimewa setelah Jokyakarta pada masa itu. Alasan raja dan rakyat Luwu, menghaap dan memohon hal ini, karena kerajaan Luwu salah satu kerajaan yang raja dan rakyatnya serentak mendukung dan mempertahan proklamasi kemerdekaan 17-8-1945. Malah sebelum kemerdekaan diproklamirkan oleh Ir Sukarno dan Drs M. Hatta, Andi Jemma pada tanggal 15-8-1945 membentuk “Gerakan Sukarno Muda”. Tetapi impian rakyat dan raja Luwu tidak kunjung datang. Mungkin kerena komunikasi antara Rakyat Luwu dan pemerintah pusat tidak tersambung, hingga impian tetap impian. Setelah keamanan di Luwu mulai pulih, rakyat Luwu dalam tahun enampuluhan bercita-cita untuk menjadi Propensi Daerah Tingkat I, sebelum terbentuk Propensi Sulawesi Tengah. Tetapi sekali lagi mungkin komunikasi tidak bersambung ke pusat, atau tersendat dan terhalang dalam perjalanan hal ini tidak pernah tercapai. Malah yang jadi Propensi adalah Palu dengan nama Propensi Sulawesi Tengah.
Dengan lajunya pembangunan di Luwu, ditunjang jalanraya antara Makassar Malili membelah dua daerah Luwu dari arah Selatan Batu Lappa ke Utara, Timur Malili, yang orang bilang jalanraya terbaik diluar pulau Jawa, yang dibangun dan digunakan pada awal tahun delapanpuluhan, ditambah pula dengan berpungsinya Lapangan Udara Andi Jemma di Masamba, pembangunan di daerah Luwu makin laju, cepat mengimbangi keterbelakangan yang dialami daerah ini selama belasan tahun lamanya.
Setelah terjadi reformasi, dan berlaku undang-undang No.22, merupakan angin buritan yang menopan layar Luwu untuk mewujudkan lahirnya Luwu-Utara, yang beribu kota di Masamba masih dalam kurung waktu tahun 1999. Dan dalam tahun 2002 Palopo berpeluang berfungsi kota otonom Palopo, selain itu, Luwu Timur, selaku penghasil Nikkel terbesar di Kawasan Timur Indonesia menjadi Kabupaten Luwu Timur dengan ibu kota Malili. Terbentuknya Kabupaten Luwu Utara beribu kota di Masamba, Kabupaten Luwu-Timur yang beribu kota di Malili dan terwujudnya permerintahan otonom kota Palopo. Kabupaten Luwu terdesak dan terpaksa memindahkan ibu kota ke Luwu, beribu kota baru di Belopa, lebih 50 Kilometer sebelah Selatan kota Palopo.
Dengan terbentuknya kota Palopo, Kabupaten Luwu, Kabupaten Luwu-Utara, dan Kabupaten Luwu-Timur, dan akan lahir menyusul Kabupaten Luwu Tengah, dengan demikian Luwu mewujudkan Luwu berwajah baru.
Luwu sekarang menjadi beberapa pemerintahan tingkat kabupaten dan kota, hingga Luwu tidak mau diceraikan dalam mewujud “ Tana-Luwu”.
Melihat syarat-syarat yang telah banyak dipenuhi oleh Tana-Luwu, impian rakyat dan politikus dari tana Luwu jangan dibiarkan tetap jadi impian, sebagai mana dialami rakyat Luwu masa lalu, dari satu kekecewaan kekecewaan yang lain untuk mewujudkan Propensi Tana-Luwu. Propensi Luwu Raya sudah sekitar setengah abad menjadi idaman politik rakyat Luwu.
0 komentar:
Posting Komentar