This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 28 Agustus 2013

FESTIVAL SUNGAI RONGKONG II

Festival Sungai Rongkong II akan digelar pada tanggal 26 s/d 31 Oktober 2013 di Desa Tulak Tallu Kecamatan Sabbang Kabupaten Luwu Utara.

Rabu, 17 Oktober 2012

FESTIVAL SUNGAI RONGKONG KREASI PEMUDA SABBANG


Pelaksanaan Festival Sungai Rongkong yang akan mulai dighelat 28 Oktober mendatang, ditargetkan akan meningkatkan kunjungan wisatawan baik domestik maupun mancanegara di Kabupaten Luwu Utara.
Camat Sabbang Jumail Mappile mengatakan pelaksanaan Festival Sungai Rongkong ini digagas dalam rangka menggali potensi wisata yang ada di Luwu Utara. Selain itu diharapkan agar budaya dan kearifan lokal daerah dapat tetap terjaga dan tidak tergerus oleh zaman.
“Kami berharap Festival Sungai Rongkong ini diprediksikan akan meriah karena sejumlah kegiatan akan dilaksanakan pada even tersebut yang ditargetkan akan melibatkan peserta bukan hanya dari Kabupaten Luwu Utara saja, tetapi juga daerah lainnya,” ujar Jumail.
Sesuai data yang dihimpun dari Panitia Pelaksana Festival Sungai Rongkong, sejumlah kegiatan akan digelar dalam rangka pelaksanaan event tersebut, seperti Pemilihan Putra Putri Sungai Rongkong, Fun Bike, Cross Country, Lintas Alam, Carnaval Budaya, Penanaman Pohon, Kemah Pemuda, Syukuran Panen (Balole Terpanjang), dan Donor Darah.
Selain itu juga ada lomba tradisional seperti Ma’Gasing, Ma’Cukke, Ma’Dengka-Dengka, Mellawa, Lomba Rakit, Festival Tarian Daerah, Lomba Design Batik, Festival Lagu Daereh, Lomba Cerita Rakyat, Festival Qasidah Klasik, Festival Rampak Perkusi.
Sementara itu, Ketua Forum Komunikasi Putra Putri Sabbang (FKPPS), Hasrum Jaya mengatakan Festival Sungai Rongkong masuk dalan agenda kegiatan FKPPS yang termuat dalam Program Kerja di Devisi Pariwisata, Seni Budaya dan Olahraga.
“Rencananya FKPPS dan Pemerintah Kecamatan Sabbang akan menjadikan festival ini menjadi agenda tahunan,” ujar Hasrum.

FESTIVAL SUNGAI RONGKONG AJANG PROMOSI WISATA

Potensi wisata alam dan budaya di Kabupaten Luwu Utara melimpah. Salah satu upaya yang dilakukan untuk menggaet minat wisatawan, Camat Sabbang, Jumail Mappile, menggagas pelaksanaan Festival Sungai Rongkong.

Festival ini akan menggandeng Forum Komunikasi Pemuda-pemudi Sabbang (FKPPS), Gabungan Pemuda Sabbang Salama (GAPSS), dan Himpunan Kerukunan Mahasiswa Luwu Utara (HIKMA LUTRA). Pagelarannya direncanakan pada 28-31 Oktober 2012.


Camat Sabbang, Jumail Mappile mengatakan, Festival Sungai Rongkong akan dijadikan agenda tahunan Pemkab Luwu Utara dan dipusatkan di Dusun Kanan, Desa Pararra Kecamatan Sabbang. “Pada kegiatan festival ini, ada beberapa event yang akan diselenggarakan, seperti Ma’Gasing, Ma’Cukke, Ma’Dengka-Dengka, Mellawa, lomba rakit, festival tarian daerah, lomba design batik, festival lagu daerah, lomba cerita rakyat, festival qasidah klasik, festival rampak perkusi, pemilihan putra dan putri Sungai Rongkong, fun bike, cross country, lintas alam, carnaval budaya, penanaman pohon, kemah pemuda, syukuran panen (Balole Terpanjang), dan donor darah,” sebut Jumail.


Selain untuk menggali potensi budaya dan kearifan lokal, festival ini juga diharapkan mampu menggali potensi dan bakat generasi muda dan mewujudkan Kecamatan Sabbang sebagai kecamatan terkemuka di Luwu Utara. “Panitia pelaksana akan mengundang peserta dari setiap desa yang ada di Kecamatan Sabbang, daerah-daerah yang dialiri Sungai Rongkong, sekolah-sekolah, lembaga adat, sanggar seni, organisasi kepemudaan, orkemas, bahkan ada beberapa event yang melibatkan peserta dari kabupaten/daerah lain, seperti cross country, lomba design batik, festival tarian daerah,” jelasnya. 


Ketua FKPPS, Hasrum Jaya menambahkan, FKPPS yang mulai terbentuk sejak tahun 2001 menjadi fasilitator bagi generasi muda untuk kreatif dan kaya inovasi dalam menggali potensi daerah. “Lewat kegiatan seperti itu, kita berharap PAD bisa dipacu dan ekonomi masyarakat di sekitar kawasan Sungai Rongkong bisa ikut meningkat,” harap Hasrum.

Jumat, 30 Maret 2012

SELAMATKAN BUMI


indogreenway : earth hour, 31 maret 2012
Satu Jam Kegelapan untuk Selamatkan Bumi
Jangan kaget jika kotamu gelap mendadak pada tanggal 31 Maret 2012, Pkl.20.30-21.30 waktu setempat. Pasalnya, Earth Hour kembali digelar di Indonesia untuk keempat kalinya.
Tahun ini, ada 26 kota di Indonesia turut berpartisipasi memadamkan lampu. Miliaran penduduk dunia di ribuan kota lain juga akan secara sukarela melakukan hal yang sama.
Gerakan secara bersama-sama memadamkan lampu ini berawal di Sydney pada 2007. Adalah WWF-Australia, Fairfax Media, dan agen periklanan Leo Burnett Sydney pertama kali melakukannya. Saat itu, mereka ingin mengurangi gas rumah kaca pemicu pemanasan global di kota Sydney sebesar 5%.
Mereka lalu mencari aksi sederhana yang bisa dilakukan bersama-sama oleh semua orang dari berbagai kalangan untuk mencegah meluasnya dampak pemanasan global.
Earth Hour atau gerakan mematikan lampu selama satu jam itu ingin mengingatkan bahwa siapapun kita, apapun latar belakang kita, di manapun kita berada, kita berpotensi untuk melakukan hal yang membantu Bumi.
Anak-anak, pelajar, politisi, CEO perusahaan, sampai kakek nenek bisa berpartisipasi dalam Earth Hour. Di tahun perdananya, ada 2,2 juta warga Sydney yang berpartisipasi di Earth Hour, memadamkan lampu mereka selama satu jam.
Di tahun kedua penyelenggaraannya, ide ini disambut baik oleh Kanada. Hanya dalam waktu singkat, 35 negara langsung bergabung mendukung Earth Hour. Baru pada tahun ketiga pelaksanaan Earth Hour internasional, Indonesia menyusul, tepatnya pada 2009.
Saat itu, hanya Jakarta saja yang mengikuti Earth Hour. Biarpun sendirian, Earth Hour di Jakarta telah menghemat 50 Megawatt dari pemadaman lima ikon Ibu Kota.
Pemilihan Jakarta sebagai kota pertama tempat dilakukannya Earth Hour di Indonesia memiliki alasan kuat. Selain statusnya sebagai Ibu Kota, konsumsi listrik warga Jakarta juga tinggi.
Berdasarkan data konsumsi listrik tahun 2008, total 23% konsumsi listrik Indonesia terfokus di DKI Jakarta dan Tangerang. Itu untuk skala kota. Jika melakukan perbandingan antar pulau, maka wilayah Jawa-Bali adalah konsumen listrik terbesar di Indonesia. Sebesar 78% konsumsi listrik negara terpusat di kedua pulau ini.
Sementara pulau-pulau lain belum mendapat akses listrik yang merata, kita yang tinggal di Jawa Bali bisa menikmati listrik sepuasnya, bahkan cenderung boros, dan langsung merengut saat mengalami pemadaman bergilir.
Padahal, kalau 10% warga Jakarta saja melakukan penghematan listrik saat Earth Hour, energi yang dihemat bisa bermanfaat memenuhi kebutuhan listrik di 900 desa dan menyediakan oksigen bagi 534 orang. Itu baru satu jam, apalagi kalau kita berhemat terus menerus?
Banyak orang bertanya, mengapa hanya satu jam? Apakah penghematan satu jam dalam setahun cukup untuk “menebus dosa” pemborosan energi listrik yang kita lakukan bertahun-tahun? Tentu saja tidak. Dan “penebusan dosa” bukan tujuan Earth Hour.
Momen satu jam ini merupakan pengingat bagi kita semua tentang efek dahsyat upaya bersama menghemat energi. Seperti peribahasa yang kita kenal, “Sedikit-sedikit, lama-lama menjadi bukit.” Hal kecil jika dilakukan bersama-sama akan berdampak besar, seperti mematikan lampu dan alat elektronik lainnya yang tidak terpakai di rumah maupun kantor.
Di luar waktu satu jam pemadaman, justru yang lebih penting adalah menjadikan Earth Hour dan aksi go green lainnya sebagai gaya hidup. Sejalan dengan prinsip tersebut, sejak tahun 2011, ada tanda plus (+) di belakang angka 60 yang menjadi simbol Earth Hour. Ajakannya adalah, setelah 1 jam, jadikan hemat energi sebagai gaya hidup.
Untuk pelaksanaan Earth Hour pada 2012, targetnya hanya 7 kota yang akan jadi peserta. Ternyata, malah ada 26 kota di Indonesia yang akan berpartisipasi. Hebatnya lagi, tidak semua dari 26 kota yang akan ikut serta itu boros energi seperti halnya Jakarta atau Tangerang.
Alasan mereka sungguh sedap didengar: untuk apa menunggu boros terlebih dulu kalau kita bisa melakukan penghematan sejak sekarang?
“Pelipatgandaan jumlah kota yang berpartisipasi dalam Earth Hour tahun ini adalah salah satu indikator meningkatnya kepedulian publik terhadap isu-isu lingkungan khususnya hemat energi dan gaya hidup hijau. Perkembangan positif ini dimotori oleh para “jawara” komunitas dari kalangan pelajar, mahasiswa, profesional, bisnis, dan pemerintah di kota masing-masing. Semoga momen ini menjadi awal dari semakin banyak aksi yang kita lakukan bagi kelestarian rumah tunggal kita, planet Bumi,” ujar Nyoman Iswarayoga, Direktur Program Iklim & Energi WWF-Indonesia.
Earth Hour telah menjadi kampanye publik. Semua orang bisa ikut serta dalam Earth Hour 2012 dengan memadamkan minimal dua lampu di rumah pada tanggal 31 Maret 2012 mendatang. Info selengkapnya mengenai Earth Hour bisa dibaca di www.wwf.or.id/earthhour.

Sabtu, 17 Maret 2012

Masyarakat Adat Boleh Kelola Kawasan Hutan


Menhut: Masyarakat Adat Boleh Kekola Kawasan Hutan

Palangka Raya (ANTARA) - Masyarakat adat di berbagai provinsi di Indonesia boleh mengelola kawasan hutan untuk mendukung program akselerasi pembangunan yang dikembangkan Kementerian Kehutanan, kata Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan di Palangka Raya, Sabtu. 
Ketika memberi kuliah umum kepada mahasiswa Universitas Muhammadiyah Palangka Raya (UMP) itu, Menteri Kehutanan (Menhut) mengatakan, Kemenhut sekarang sedang mengembangkan program hutan tanaman rakyat, hutan masyarakat, dan hutan desa. 
"Program akselarasi ini dimaksudkan bagi percepatan pembangunan di masa mendatang," katanya pada kuliah umum bertema "Visi Ekonomi Indonesia 2025" yang juga dihadiri Wakil Gubernur (Wagub) Kalteng H Achmad Diran, Wali Kota Palangka Raya HM Riban Satia dan Rektor UMP Bulkani. 
Terkait dengan program akselerasi itu, Menhut Zulkifli Hasan mengatakan, Kemenhut memberi izin kepada masyarakat adat untuk mengelola kawasan hutan sebagai upaya mempercepat pertumbuhan ekonomi masyarakat di daerah. 
Ini sangat dimungkinkan untuk mempercepat pembangunan ekonomi di daerah. Lebih dimungkinkan lagi manakala dikaitkan keberadaan mereka (pengusaha) yang menguasai lahan ratusan ribu hektare untuk perkebunan kelapa sawit, karet dan tambang. 
"Pengelolaan kawasan hutan yang dilakukan masyarakat adat di daerah dengan menanami tanaman semusim seperti jagung, singkong dan kacang-kacangan lainnya," kata Menhut sambil memberi contoh di sejumlah provinsi yang hutannya mulai sulit dicari seperti di pulau Jawa. 
Sejalan dengan program tersebut, pihak Kemenhut tidak mengeluarkan izin baru lagi sementara izin pengelolaan kawasan hutan bagi masyarakat adat di seluruh Indonesia, termasuk Kalteng akan diberikan sebagai upaya akselerasi tersebut. 
Dia mengatakan, pertumbuhan ekonomi akan terjadi dan berkembang manakala semua masyarakat yang berdomisili di provinsi berhutan luas mampu mengelola kawasan hutan secara baik dan memberi nilai tambah dalam kehidupannya di masa mendatang. 
"Kita tahu bahwa pendapatan perkapita masyarakat saat sekitar 3.500 dolar Amerika Serikat (AS), dan pada 2014 nanti diperkirakan akan meningkat menjadi 4.500-5.000 dolar AS," kata Menhut pada acara yang dhadiri ribuan mahasiswa perguruan tinggi swasta termaju di Kalteng tersebut. 
Oleh karena itu, katanya, program akselerasi ini dilakukan sesuai dengan luas areal hutan, di Kalteng misalnya tercatat 186 juta luas daratan dan 92 persen di antaranya adalah hutan, yang tidak mustahil dimanfaatkan dan dikelola secara baik bagi kemakmuran masyarakat di masa mendatang. 
Usai memberi kuliah umum di depan civitas akademika dan mahasiswa UMP itu, Menhut didampingi Wagub H Achmad Diran, Wali Kota Palangka Raya HM Riban Satia Rektor UMP Bulkani dan menanam pohon langka secara simbolis di kawasan kampus II UMP. (jk)

Kamis, 15 Maret 2012

MEMBANGUN MASYARAKAT MADANI BERBASIS KEARIFAN LOKAL


Pengertian dan Karakteristik. Masyarakat madani merupakan istilah yang dipakai untuk mengkonseptualisasikan sebuah masyarakat ideal yang dicita-citakan. Istilah itu diterjemahkan dari bahasa Arab “Mujtama’ madani” yang diperkenalkan kali pertama oleh Naquib al-Attas, guru besar sejarah dan peradaban Islam yang juga filosof kontemporer dari Malaysia (“Masyarakat Madani…”), serta pendiri sebuah lembaga yang bernama Institute for Islamic Thought and Civilisation (ISTAC) yang disponsori oleh Anwar Ibrahim.
Anwar Ibrahim yang dianggap sebagai tokoh yang memperkenalkan istilah “masyarakat madani” di Indonesia menggambarkan masyarakat madani sebagai sistem sosial yang subur yang berazaskan moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dengan kestabilan masyarakat. Ia juga memberikan gambaran kondisi yang bertentangan dengan masyarakat madani, yaitu adanya kemelut yang diderita oleh umat manusia seperti meluasnya keganasan, sikap melampaui batas, kemiskinan, ketidakadilan, kebejatan sosial, kejahilan, kelesuan intelektual, dan kemunduran budaya yang merupakan manifestasi masyarakat madani yang kritis. Walaupun ide-ide masyarakat madani bertolak dari konsep civil society, namun ide-ide itu juga terdapat dalam konsep yang disebut Gelner dengan “High Islam”, budaya tinggi Islam yang juga terdapat dalam sejarah Islam Asia Tenggara di kalangan Muslim Melayu Indonesia (Hidayat, 2008).
Komaruddin Hidayat (1999: 267-268) menyatakan bahwa dalam wacana keislaman di Indonesia, istilah “masyarakat madani” kali pertama diperkenalkan oleh Nurcholish Madjid, yang spirit serta visinya terbakukan dalam nama yayasan yang didirikannya, yaitu Paramadinah [terdiri dari kata "para" dan "madinah", dan atau "parama" dan "dina"]. Secara “semantik” artinya kira-kira ialah, sebuah agama [dina] yang excellent [paramount] yang misinya ialah untuk membangun sebuah peradaban [madani] (Sanaky, “Pembaharuan Pendidikan Islam…). Selanjutnya, ia mempopulerkan istilah itu dalam wacana dan ruang lingkup yang lebih luas yang kemudian diikuti oleh para pakar yang lain.
Menurut Nurcholish Madjid (2000: 80) masyarakat madani merupakan masyarakat yang sopan, beradab, dan teratur dalam bentuk negara yang baik. Menurutnya masyarakat madani dalam semangat moderen tidak lain dari civil society, karena kata “madani” menunjuk pada makna peradaban atau kebudayaan. Oleh karena ide-ide dasar masyarakat madani dan substansi civil society yang berkembang di dunia Eropa sama, maka Dawam Raharjo berpendapat bahwa substansi masyarakat madani dalam dunia Islam dan civil society di dunia Barat adalah satu. Teori civil society dapat dipinjam untuk menjelaskan istilah masyarakat madani yang digali dari khazanah sejarah Islam. Senada dengan hal ini Nurcholish Madjid, tidak membedakan antara masyarakat madani yang lahir dari khazanah sejarah dan peradaban Islam dengan civil society yang lahir dari sejarah Eropa atau peradaban Barat (Hidayat, 2008).
Sementara itu, Emil Salim sebagai ketua Gerakan Masyarakat Madani, pernah mengatakan bahwa masyarakat madani sebenarnya telah ada di Indonesia. Wujud masyarakat madani sesungguhnya telah tertanam dalam masyarakat paguyuban yang dominan di masa lalu, ketika kelompok masyarakat berkedudukan sama dan mengatur kehidupan bersama dengan musyawarah. Selanjutnya ia menambahkan, bahwa substansi masyarakat madani telah lama ada dalam etika sosial politik masyarakat Indonesia yang berkembang dalam kultur masyarakat Indonesia. Semangat egaliterianisme dan budaya sosial politik yang mengedepankan mekanisme musyawarah dalam penyelenggaraan kehidupan sosial dan politik merupakan budaya masyarakat Indonesia yang menonjol. Dalam perspektif civil society (Barat) mekanisme musyawarah dalam menyelesaikan masalah merupakan salah satu prosedur demokrasi yang substantif (Hidayat, 2008).
Karakteristik. Bertolak dari beberapa pengertian masyarakat madani yang telah disampaikan di atas, maka karakteristik yang menonjol pada masyarakat madani adalah sebagai berikut.
1.   Ruang Publik yang Bebas
Adanya ruang publik yang bebas merupakan sarana dalam mewujudkan masyarakat madani. Pada ruang publik yang bebaslah individu dalam posisinya yang setara mampu melakukan transaksi-transaksi wacana dan praksis politik tanpa mengalami distorsi dan kekhawatiran. Sebagai sebuah prasyarat, maka untuk mengembangkan dan mewujudkan masyarakat madani dalam sebuah tatanan masyarakat, maka ruang publik yang bebas menjadi salah satu bagian yang harus diperhatikan. Dengan menafikan ruang publik yang bebas dalam tatanan masyarakat madani, maka akan terjadi pemberangusan kebebasan warga negara dalam menyalurkan aspirasinya yang berkenaan dengan kepentingan umum oleh penguasa yang tiranik dan otoriter.
 2.   Demokratis
Masyarakat madani ditandai oleh berkembangnya iklim demokrasi berupa kebebasan berpendapat dan bertindak baik secara individual maupun kolektif yang bertanggung jawab, sehingga tercipta keseimbangan antara implementasi kebebasan individu dan kestabilan sosial, serta penyelengaraan pemerintahan secara demokratis.
 3.   Toleran
Toleran merupakan sikap yang dikembangkan dalam masyarakat madani untuk menunjukan sikap saling menghargai dan menghormati aktivitas yang dilakukan oleh orang lain.
 4. Pluralisme dan Multikulturalisme
Pluralisme menunjuk pada keragaman/ kemajemukan, yakni kondisi dalam suatu masyarakat yang secara faktual berbeda-beda. Sementara itu multikultralisme lebih mengacu pada sikap warga masyarakat terhadap perbedaan-perbedaan baik yang ada dalam masyarakat yang bersangkutan maupun  dalam masyarakat lain. Sikap itu dibentuk dengan melibatkan seperangkat nilai yang didasarkan pada minat untuk mempelajari dan memahami (understanding) dan pada penghormatan (respect) serta penghargaaan (valuation) kepada kebudayaan masyarakat lain. Walaupun tidak selalu diikuti dengan kesetujuan dan kesepakatan terhadap apa yang ada dalam kebudayaan lain, tetapi yang ditekankan dalam multikulturalisme adalah pemahaman, penghormatan, dan penghargaan (Blum, 2001: 19; lihat juga Ahimsa-Putra, 2009: 2-4).
 5. Menjunjung Tinggi Hak Azasi Manusia dan Keadilan Sosial
Karakteristik ini ditandai dengan adanya keseimbangan dan pembagian yang proporsional terhadap hak dan kewajiban setiap warga negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan (Mawardi, 2008; Hidayat, 2008; Sanaky, “Pembaharuan Pendidikan Islam…);  “Masyarakat Madani…”).
Signifikansi Kearifan Lokal dalam Pembangunan Masyarakat Madani. Kearifan lokal adalah “pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka”. Istilah ini dalam bahasa Inggris dikonsepsikan sebagai local wisdom (kebijakan setempat) atau local knowledge (pengetahuan setempat) atau local genious (kecerdasan setempat). Sistem pemenuhan kebutuhan mereka meliputi seluruh unsur kehidupan: agama, ilmu pengetahuan, ekonomi, teknologi, organisasi sosial, bahasa dan komunikasi, serta kesenian. Mereka mempunyai pemahaman, program, kegiatan, pelaksanaan terkait untuk mempertahankan, memperbaiki, mengembangkan unsur kebutuhan mereka, dengan memperhatikan lingkungan dan sumber daya manusia yang terdapat pada warga mereka (“Memberdayakan Kearifan Lokal…”). Bertolak dari definisi itu, maka kearifan lokal merupakan sesuatu yang berkaitan secara spesifik dengan budaya tertentu (budaya lokal) dan mencerminkan cara hidup suatu masyarakat tertentu (masyarakat lokal). Dengan kata lain, kearifan lokal bersemayam pada budaya lokal (local culture).
Budaya lokal (juga sering disebut budaya daerah[3]) merupakan istilah yang biasanya digunakan untuk membedakan suatu budaya dari budaya nasional (Indonesia) dan budaya global. Budaya lokal adalah budaya yang dimiliki oleh masyarakat yang menempati lokalitas atau daerah tertentu yang berbeda dari budaya yang dimiliki oleh masyarakat yang berada di tempat yang lain. Permendagri Nomor 39 Tahun 2007 pasal 1 mendefinisikan budaya daerah sebagai “suatu sistem nilai yang dianut oleh komunitas/ kelompok masyarakat tertentu di daerah, yang diyakini akan dapat memenuhi harapan-harapan warga masyarakatnya dan di dalamnya terdapat nilai-nilai, sikap tatacara masyarakat yang diyakini dapat memenuhi kehidupan warga masyarakatnya” (Dirjen Kesbangpol Depdagri, 2007: 5).
Di Indonesia istilah budaya lokal juga sering disepadankan dengan budaya etnik/ subetnik. Setiap bangsa, etnik, dan sub etnik memiliki kebudayaan yang mencakup tujuh unsur, yaitu:  bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian, sistem religi, dan kesenian (Koentjaraningrat, 1986: 203-204). Namun demikian, sifat-sifat khas kebudayaan hanya dapat dimanifestasikan dalam unsur-unsur terbatas,  terutama melalui bahasa, kesenian, dan upacara. Unsur-unsur yang lain sulit untuk menonjolkan sifat-sifat khas kebudayaan suatu bangsa atau suku bangsa (Koentjaraningrat, 1984: 109).
Apa arti penting kearifan lokal (yang terdapat dalam budaya lokal) dalam pembangunan masyarakat madani? Di dalam budaya lokal terdapat gagasan-gagasan (ideascultural system), perilaku-perilaku (activitiessocial system), dan artifak-artifak (artifactsmaterial culture) yang mengandung nilai-nilai yang berguna dan relevan bagi pembangunan masyarakat madani. Di setiap unsur kebudayaan yang telah disebutkan beserta sub-subunsurnya dapat dipastikan mengandung nilai-nilai yang relevan dan berguna bagi pembangunan masyarakat madani. Relevansi dan kebergunaan itu terdapat misalnya dalam hal-hal sebagai berikut:
1.    Bentuk-bentuk seni tradisi yang berkembang dalam suatu kebudayaan tidak semata-mata diciptakan untuk memenuhi kebutuhan estetis, tetapi untuk memenuhi kepentingan-kepentingan yang didasarkan pada alasan religius, mitos, mata pencaharian, dan integrasi sosial.
2.   Nilai budaya dan norma dalam kebudayaan tertentu tetap dianggap sebagai pemandu perilaku yang menentukan keberadaban, seperti kebajikan, kesantunan, kejujuran, tenggang rasa, dan tepa salira.
3.    Teknologi beserta teknik-tekniknya dalam praktik dianggap merupakan keunggulan yang dapat dipersandingkan dan dipersaingkan dengan teknologi yang dikenal dalam kebudayaan lain.
4.    Suatu rangkaian tindakan upacara tradisi tetap dianggap mempunyai makna simbolik yang dapat diterima meskipun sistem kepercayaan telah berubah. Upacara tradisi juga berfungsi sebagai media integrasi sosial.
5.    Permainan tradisional dan berbagai ekspresi folklor lain mempunyai daya kreasi yang sehat, nilai-nilai kebersamaan, dan pesan-pesan simbolik keutamaan kehidupan (Sedyawati, 2008: 280).
Upaya-upaya Membangun Masyarakat Madani Berbasis Kearifan Lokal
Beberapa indikator yang dapat digunakan sebagai ukuran tercapainya kondisi madani, yaitu: 1) terpeliharanya eksistensi agama atau ajaran-ajaran yang ada dalam masyarakat; 2) terpelihara dan terjaminnya keamanan, ketertiban, dan keselamatan; 3) tegaknya kebebasan berpikir yang jernih dan sehat; 4) terbangunnya eksistensi kekeluargaan yang tenang dan tenteram dengan penuh toleransi dan tenggang rasa; 5) terbangunnya kondisi daerah yang demokratis, santun, beradab serta bermoral tinggi; 6) terbangunnya profesionalisme aparatur yang tinggi untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, bersih berwibawa dan bertanggung jawab yang mampu mendukung pembangunan daerah.
Pencapaian visi pembangunan itu antara lain ditempuh melalui misi mewujudkan pengamalan nilai-nilai agama dan kearifan lokal. Dalam misi itu dijelaskan bahwa “masyarakat yang memiliki basis agama dan nilai-nilai budaya yang kuat membentuk manusia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermoral, beretika, yang akhirnya mampu berpikir, bersikap, dan bertindak sebagai manusia yang tangguh, kompetitif, berbudi luhur, bertoleransi, bergotong-royong, berjiwa patriotik, menjunjung nilai-nilai luhur budaya bangsa, mengedepankan kearifan lokal, dan selalu berkembang secara dinamis”.
Persoalannya adalah bagaimana mengimplementasikan kearifan lokal untuk membangun masyarakat madani? Walaupun kearifan lokal terdapat dalam kebudayaan lokal yang dijiwai oleh masyarakatnya, namun sejalan dengan perubahan sosial kultural yang demikian cepat kebudayaan lokal yang menyimpan kearifan lokal sebagaimana sinyalemen para ahli sebagian telah tergerus oleh kebudayaan global (Smiers, 2008: 383). Oleh karena itu, perlu ada revitalisasi budaya lokal (kearifan lokal) yang relevan untuk membangun masyarakat madani. Untuk merevitalisasi budaya lokal diperlukan adanya strategi politik kebudayaan dan rekayasa sosial dengan pembuatan dan implementasi kebijakan yang jelas. Salah satu di antaranya adalah adanya peraturan daerah tentang pelestarian, pengembangan, dan pemanfaatan budaya lokal yang dapat menjadi payung hukum dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan budaya oleh dinas-dinas atau lembaga-lembaga terkait.
Ada beberapa langkah strategis yang perlu dilakukan untuk merevitalisasi budaya lokal untuk membangun masyarakat madani berbasis kearifan lokal:
1.   Inventarisasi dan Pengkajian Kearifan Lokal
Tidak semua kearifan lokal yang terdapat dalam budaya lokal telah diketahui oleh masyarakat. Oleh karena itu, dalam membangun masyarakat madani berbasis kearifan lokal perlu dilakukan inventarisasi, dokumentasi, dan pengkajian terhadap budaya lokal untuk menemukan kearifan lokal. Sebagai contoh melalui  pengkajian terhadap cerita rakyat dapat ditemukan kearifan lokal yang relevan untuk membangun masyarakat madani, seperti: sikap-sikap antikejahatan, suka menolong, dan giat membangun (Nasirun, Cikal Bakal Desa Tanggungsari); nilai-nilai patriotisme dan memperjuangkan nasib rakyat; nilai-nilai kepemimpinan yang bertanggung jawab dan menepati janji; nilai kepemimpinan  yang peduli pada daerah dan rakyatnya; nilai demokrasi dengan cara pemilihan kepala desa yang demokratis dan transparan, nilai kejujuran, keikhlasan, dan tanpa pamrih. Selanjutnya, kearifan lokal yang relevan dengan pembangunan masyarakat madani perlu disosialisasikan dan diinternalisasikan kepada masyarakat.  
2.   Pengetahuan Budaya Lokal  sebagai Muatan Lokal
Sosialisasi dan internalisasi kearifan lokal untuk membangun masyarakat madani dapat dilakukan melalui jalur pendidikan formal dalam bentuk muatan lokal. Namun demikian, gagasan untuk memberikan muatan lokal yang berupa pengetahuan budaya (yang di dalamnya terdapat kearifan lokal) dalam pendidikan umum dalam kenyataannya menghadapi kendala yang berkaitan dengan kurikulum dan tenaga pengajarnya. Untuk mengatasi permasalahan ini baik dalam penyediaan bahan pelajaran maupun tenaga pengajarnya dapat diupayakan dan dilegalkan dengan penggunaan tenaga-tenaga nonguru dalam masyarakat yang mempunyai keahlian-keahlian yang khas mengenai berbagai aspek kehidupan yang khas di daerah. Pengetahuan budaya lokal dapat dipilah ke dalam pengetahuan dan ketrampilan bahasa serta pengetahuan dan ketrampilan seni. Selain itu dapat ditambahkan pengetahuan tentang adat-istiadat/ sistem budaya (cultural system) yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai budaya nasional (Sedyawati, 2007: 5), khususnya tentang kearifan lokal yang relevan dengan pembangunan masyarakat madani.
3.   Forum Komunikasi Pemikiran Budaya
Pemerintah daerah tidak harus menyelenggarakan sendiri segala upaya pembangunan masyarakat madani berbasis kearifan lokal. Berbagai elemen masyarakat juga memiliki tugas dalam kegiatan tersebut. Demi tercapainya cita-cita luhur yang harmonis diperlukan berbagai forum dialog. Prakarsa untuk memulai forum ini dapat dilakukan  oleh pemerintah dengan melibatkan elemen-elemen di luar birokrasi pemerintahan seperti lembaga-lembaga kebudayaan dan penyelenggara media massa swasta meliputi radio, televisi, majalah, dan surat kabar. Dalam forum dialog itu perlu dibahas masalah-masalah aktual di bidang kebudayaan yang berkembang di masyarakat,  seperti budaya (lokal) yang menghambat terbentuknya masyarakat madani, pembentukan warga negara Indonesia yang dwibudayawan (lokal dan nasional), mempersiapkan eksekutif yang mampu menghayati nilai-nilai budaya yang luhur, dan lain-lain (Sedyawati, 2007: 6-7).
4.   Festival Budaya Lokal
Unsur-unsur budaya lokal yang berpotensi untuk membangun masyarakat madani dapat dipergelarkan dalam bentuk festival budaya. Sebagai contoh festival seni tradisi, upacara tradisi, dan permainan (dolanan) tradisional anak-anak dapat dijadikan sebagai wahana untuk membangun kesadaran pluralisme, membangun integrasi sosial dalam masyarakat, dan tumbuhnya multikulturalisme.
Langkah-langkah strategis sebagaimana telah diuraikan di atas diharapkan akan membentuk suatu kesadaran kultural (Kartodirdjo, 1994a dan 1994b) yang pada gilirannya akan membentuk ketahanan kultural pada masyarakat. Kesadaran dan ketahanan kultural  menjadi pilar yang sangat kuat untuk membangun masyarakat madani yang berbasis kearifan lokal.     
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa kearifan lokal yang terdapat dalam budaya lokal mengandung nilai-nilai yang relevan dan berguna bagi pembangunan masyarakat madani. Pembangunan masyarakat madani berbasis kearifan lokal dapat dilakukan dengan merevitalisasi budaya lokal. Untuk mewujudkan masyarakat madani berbasis kearifan lokal memerlukan adanya pengertian, pemahaman, kesadaran, kerja sama, dan partisipasi seluruh elemen masyarakat.

PEMIMPIN DALAM PERSPEKTIF ISLAM



PEMIMPIN dalam perspektif Islam adalah Imam. Kedudukannya sangat tinggi dan terhormat. Maka bila sopir atau tukang kebun telah disepakati menjadi imam, siapa pun makmumnya, wajib mengikuti.  Model kepemimpinan Islam memang sering diilustrasikan dalam shalat berjamaah. Seseorang yang dianggap paling fasih dan paham Al Qur’an (kompetensi) selalu dipersilakan menjadi imam. Sebaliknya, bila sang imam di tengah jalan batal, misalnya karena (maaf) kentut, maka ia harus segera mundur untuk digantikan orang lain. Dalam pemerintahan, pemimpin (umara) sering juga dimanifestasikan sebagai wakil Allah. Makanya pemimpin (Sultan) kerajaan Mataram Islam di Jogjakarta juga memakai tambahan gelar Sayidin Panotogomo(pemimpin agama) dan Kalifatullah (wakil Allah) di muka bumi.
Pemimpin dalam konsep Islam menjadi mutlak, dan karena itu wajib dihormati dan ditaati, karena tugas pemimpin tiada lain kecuali menyejahterakan umatnya. Adagium yang terkenal tentang kepemimpinan adalah: Tasharruf al-imam manuthun bi al-mashlahah al-ammah (Tindakan dan kebijakan seorang pemimpin haruslah terkait langsung dengan kesejahteraan rakyat yang dipimpinnya!)
Menyejahterakan umat. Inilah kata kuncinya kenapa kepemimpinan dalam konsepsi Islam memperoleh kedudukan sangat mutlak. Sebab umat (rakyat) adalah subyek yang melahirkan predikat (pemimpin), dan bukan sebaliknya.


Rasulullah SAW adalah contoh nyata pemimpin yang setiap saat memikirkan umatnya. Nasib umatnya senantiasa menjadi pikiran beliau..Bahkan kata-kata terakhir yang terucap ketika maut menjemput adalah: “Ummati, ummati, ummati…!” (Umatku, umatku, umatku…!)
Ada kegelisahan luar biasa pada Rasulullah SAW akan masa depan umatnya. Bagaimana keimanan, ketakwaan dan kesejahteraan mereka kelak.
Kecintaan Nabi SAW kepada umatnya tercermin pula pada do’a Beliau, sebagaimana dituturkan Aisyah ra dalam sebuah hadits. “Wahai Allah, siapa yang menjabat suatu jabatan dalam pemerintahan umatku, lalu dia mempersulit urusan mereka (rakyat), maka persulit pulalah dia. Dan siapa saja yang menjabat suatu jabatan dalam pemerintahan umatku, lalu dia berusaha menolong mereka, maka tolong pulalah dia!”
Sikap keras Rasulullah kepada pemimpin yang abai juga tercermin dari hadits yang disampaikan Al Hasan ra. Kepada Ubaidullah bin Ziyad (walikota Bashrah) yang datang membezuknya, beliau berkata, aku mendengar Rasulullah bersabda: “Seorang hamba yang dipercayakan Allah memimpin rakyatnya, tetapi dia menipu rakyatnya, maka jika dia mati, Allah mengharamkan surga baginya!”
Lalu bagaimana dengan presiden-presiden jaman sekarang?, yang secara moral, oleh para pemuka agama dianggap sudah “batal” karena terlalu sering berbohongan dan tidak perduli kepada nasib rakyatnya yang kian terpuruk dalam penderitaan? Apakah juga wajib mundur sebagaimana imam shalat yang sudah “kentut”? 

My Picture Slideshow: Hasrum’s trip from Jakarta, Java, Indonesia to Makassar was created by TripAdvisor. See another Makassar slideshow. Create a free slideshow with music from your travel photos.

Blogger Advertisement