Menakar Kadar Kepahlawan Pejuang Luwu
Tana Luwu memiliki segudang pejuang. Dua diantaranya, Andi Djemma dan opu Dg Risaju telah diakui sebagai pahlawan nasional. Sementara, pejuang lokal lainnya, seperti Muh Yusuf Arif, Andi Achmad, Samiun, Landau, Ambe Nona, Guru Patang, dll, tak kalah heroik mengusir penjajah Belanda dari Bumi Swerigading. Berikut kisahnya. Laporan: Syahruddin. Untuk menakar kadar kepahlawan para pejuang lokal di daerah ini, wartawan Palopo Pos, menemui khusus. Ketua Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI), Andi Baso Rahman di ruang kerjanya, yang berada di lantai satu Gedung Veteran Palopo, Jl. Samiun.Menurutnya, perjuangan merebut kemerdekaan di Tana Luwu tidak lepas dari dua tokoh pemuda. Dua tokoh pemuda yakni M Yusuf Arif dan Andi Achmad inilah yang banyak menyusun kekuatan untuk mengarahkan pejuang Palopo menghadapi penjajah Belanda yang sudah mengambil alih Palopo.
Kondisi inilah membuat rakyat Tana Luwu khususnya Kota Palopo menjadi resah dan tertindas. Akibat ulah penjajah Belanda, masyarakat sudah tidak bisa bebas melaksanakan kegiatan. Ini pula yang menyebabkan M Yusuf Arif dan AndiAchmad menyusun strategi untuk melawan kaum penjajah Belanda. Pada 17Agustus 1945 yang bertepatan 9 Ramadan 1876 Hijriyah, Soekarno-Hatta memproklamirkan proklamasi, namun belum menyebar sampai di Kedatuan Luwu. Berita itu baru sampai ke Luwu pada 18 Agustus lewat pamflet oleh Kapten Sakata dan disampaikan kepada sahabatnya Andi Achmad. Andi Achmad inilah yang meneruskan informasi tersebut kepada Yusuf Arif. Yusuf Arif merupakan pejuang asal Kampung Amassangeng yang selama ini lebih dikenal
sebagai guru dan aktif di PSII. Bahkan menjadi pembina kepanduan
SIAP. Bermodal materi kepanduan ini yang membuat semangat perjuangan
berkobar di Tana Luwu. Akhirnya, pada 23 Agustus 1945 dua tokoh pemuda yakni M Yusuf Arif dan Andi Achmad memproklamirkan satu pertemuan yang dihadiri Pemuda Luwu yang selama ini mendambakan kemerdekaan. Keduanya mengumpulkan
Tak lama berselang, diadakan pertemuan di Istana Datu Luwu. Rapat ini memutuskan untuk mengutus Sanusi Dg Mattata dan Andi Makkulau Opu Dg Parebba untuk menemui Ratulangi dalam rangka memperjelas proklamasi kemerdekaan. Kondisi situsai politik tak menentu, tanggal 17 September 1945 organisasi Soekarno Muda menjadi Pemuda Nasional Indonesia (PNI). Organisasi ini diketuai Andi Moh Kasim, Wakinya M Yusuf Arif dan anggota-anggotanya M Landau, Andi Tenriadjeng, Andi Achmad, Mappaese Thambes, Mungkasa, Sanusi Dg Mattata dan Andi Mangile.
Pada 23 Januari 1946, M Yusuf Arif bersama Landau Dg Mabbate dan Andi Tenriadjeng memimpin komando pertempuran untuk menghadang pasukan KNIL dari Tenggara (sekarang Sulawesi Tenggara). Tapi tercium oleh tentara KNIL.
Akhirnya, M Yusuf Arif merancang strategi lain. Dimana melakukan penyerangan dalam Kota Palopo. Tapi rencana itu kembali tercium oleh KNIL. Tanggal 25 Januari 1946. sekitar 09.00 Wita, kapal Belanda mendekati pelabuhan Palopo. Setelah itu serdadu Belanda mendesak pasukan Luwu dalam
Sebagai panglima PKR Luwu, dia sering mengadakan rapat di istana. Dalam perjuangan menegakkan kemerdekaan, Yusuf Arif akhirnya ditangkap. Lalu diadili di pengadilan raja-raja di Bone tahun 1947. Dalam pengadilan itu, M Yusuf
Arif dikenakan hukuman mati. Tapi 10 hari sebelum eksekusi. Belanda menyerahkan sepenuhnya kedaulatan kepada NKRI. Kemudian, Andi Achmad merupakan anak Datu Luwu Andi Djemma yang gigih berjuang untuk menegakkan kemerdekaan. Selain sebagai wakil kepala staf PKR, Andi Achmad juga ditunjuk sebagai polisi istimewa yang memata-matai pegerekan pasukan PKR dan musuh. Akhirnya juga ditangkap Belanda dan dijatuhi hukuman mati. Tapi sebelum dieksekusi, Belanda menyerahkan kedaulatan, sehingga Yusuf Arif dan Andi Achmad tidak jadi dihukum mati. Landau, Guru Patang dan Samiun Tewas di Tangan Belanda.
Arif dikenakan hukuman mati. Tapi 10 hari sebelum eksekusi. Belanda menyerahkan sepenuhnya kedaulatan kepada NKRI. Kemudian, Andi Achmad merupakan anak Datu Luwu Andi Djemma yang gigih berjuang untuk menegakkan kemerdekaan. Selain sebagai wakil kepala staf PKR, Andi Achmad juga ditunjuk sebagai polisi istimewa yang memata-matai pegerekan pasukan PKR dan musuh. Akhirnya juga ditangkap Belanda dan dijatuhi hukuman mati. Tapi sebelum dieksekusi, Belanda menyerahkan kedaulatan, sehingga Yusuf Arif dan Andi Achmad tidak jadi dihukum mati. Landau, Guru Patang dan Samiun Tewas di Tangan Belanda.
Sementara, pejuang lokal lainnya, seperti Muh Yusuf Arif, Andi Achmad, Samiun, Landau, Ambe Nona, Guru Patang, dll, tak kalah heroik mengusir penjajah Belanda dari Bumi werigading. Berikut kisahnya.Laporan: SyahruddinSelain memiliki pejuang yang sudah diakui sebagai pejuang nasional, masih ada sederetan nama para pejuang asal Tana Luwu yang meninggal dibunuh penjajah Belanda. Pejuang 'tak dikenal' di Tana Luwu ini banyak bergerak dan menantang penindasan yang dilakukan Belanda. Sehingga, ditangkap lalu dijatuhi hukuman mati. Diantara pejuang Tana Luwu yang sempat ditangkap penjajah Belanda seperti Muh Yusuf Arif, Andi Achmad. Tapi dua orang ini sempat bebas sepuluh hari sebelum eksekusi mati.
Sementara Samiun, Landau, Ambe Nona, Guru Patang, menemui ajalnya setelah dieksekusi mati oleh penjajah Belanda. Keduanya dibunuh karena dinilai membahayakan keberadaan penjajah di Bumi Swerigading. Dalam pergolakan, Landau diberikan kepercayaan sebagai Komandan Polisi Tentara yang didampingi M Radhi Tohatemma dan anggotanya terdiri dari A Kadir Toakia, Salampessy dan M Yasin Arif. Lalu Komandan Barisan Berani Mati diberikan kepada S Mahmud dan Guru Patang. Mereka bergerak di bawah komando pusat pemerintahan RI Luwu dan Komando PKR yang dijalankan Datu Luwu Andi Djemma dan operasi militer dijalanakan M Yusuf Arif. Lalu barisan bersenjata diberikan kepada Andi Tenriadjeng.
Pada saat terjadi peristiwa 23 Januari, banyak mata-mata Belanda yang jalan. Sehingga para pejuang Tana Luwu mengamankan dan membatasi gerakan mereka. Baso Rahim dan Andi Tenriadjeng sering kontak senjata dengan Belanda. Perjuangan para putra Tana Luwu dari penjajah Belanda memang perlu diberi perhatian. Semua pejuang Luwu ditangkap oleh Belanda. Termasuk Datu Luwu Andi Djemma. Pada 3 Juni 1946, Datu Luwu dipisahkan dari pasukannya. Datu dibawa ke Makassar dan tawanan lainnya dibawa ke Kolaka.
Ditulis A Mattingara T dalam buku Andi Tenriadjeng Berjuang Demi Negara dan Agama, setelah Andi Djemma ditahan di beberapa daerah secara berpindah-pindah, para pemuda dan pejuang Luwu lainnya ada ditahan di Cipinang seperti Andi Tenriadjeng, M Yusuf Arif, Andi Achmad, M Landau Dg Mabbate dan M Jufri. Kelima orang ini yang dinilai memiliki andil besar dalam gerakan pejuangan melawan Belanda. Makanya, mereka dikenakan hukuman mati. Pada tahun 1948 mereka ini dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan militer Belanda di Makassar. M Landau yang merupakan aktivis Muhammadiyah tewas tertembak Belanda.
Sementara Idwar Anwar dalam bukunya Pejuang Tana Luwu Samiun, menceritakan M Landau Dg Mabbate memiliki anggota bernama Samiun. Samiun ini merupakan pemuda dari PonjalaE yang rajin ikut berjuang usia 25 tahun. Samiun sangat rajin ikut latihan ketentaraan. Samiun ikut pertempuran 23 Januari 1946 ketika Palopo dikuasai Belanda. Sebagai anggota polisi ketentaraan yang dipimpin Landau, Samiun ditugaskan memantau perkembangan dan gerak-gerik Belanda. Bahkan, Samiun sering jadi algojo untuk membasmi kaki tangan Belanda. Pada 1 Maret 1946 diresmikan dalam pemeriksaan barisan diikuti defile. Dalam susunan organisasi PKR, Samiun sempat jadi Komandan Polisi Kententaraan. Adapun sebagai kepala PKT yakni M Landau Dg Mabbate.
Dibawah pimpinan M Landau, Samiun banyak menangkap mata mata Belanda di Pompengan. Namun akhirnya tertangkap dan dibunuh bersama Ambe Nona dan La Mandu. Mereka ditembak di Kampung Tammalebba Balandai. Sementara, Guru Patang, Andi Werru Opu Makole Baebunta, Andi rellang Sulewatang Sabbang, Andi Supri, Opu Ambena Tenriangeng, Andi Mahmud, Andi Pallempang. Kemudian, M Landau Dg Mabbate terbunuh Belanda di salah satu warung.
Dibawah pimpinan M Landau, Samiun banyak menangkap mata mata Belanda di Pompengan. Namun akhirnya tertangkap dan dibunuh bersama Ambe Nona dan La Mandu. Mereka ditembak di Kampung Tammalebba Balandai. Sementara, Guru Patang, Andi Werru Opu Makole Baebunta, Andi rellang Sulewatang Sabbang, Andi Supri, Opu Ambena Tenriangeng, Andi Mahmud, Andi Pallempang. Kemudian, M Landau Dg Mabbate terbunuh Belanda di salah satu warung.
0 komentar:
Posting Komentar