Selasa, 02 Agustus 2011

Abdul Qahhar Mudzakkar Sang Patriot Pejuang Islam (Bag-2)

Jadi Korban Bekas KNIL

Penulisan sejarah mengenaipergolakan Abdul Qahhar Mudzakkar telah mengantarkan beberapa anak manusia untuk menjadikan dirinya sebagai pakar atau ahli, diantaranya pakar ilmu sejarah, pakar ilmu politik, antropologi, psychology, ahli strategi perang/kemiliteran atau lainnya. Tetapi juga tidak jarang orang menulis sejarahnya dengan cara memutar balik dan memanipulasi, sekedar untuk memenuhi selera atau pesan sponsor dari penulisnya. Mereka menulis sejarah Abdul Qahhar Mudzakkar hanya dengan tujuan untuk membingunkan orang-orang Indonesia yang mempunyai pemikiran yang sama dengannya, khususnya membingungkan umat Islam. Tujuan penulisan mereka adalah untuk mengelabui orang-orang yang pada masa itu tidak mengerti peristiwa sebenarnya, akan tetapi berusaha mengikuti jejak langkah perjuangan Abdul Qahhar Mudzakkar dkk.
Kisah Abdul Qahhar merupakan bahan thesis, disertasi maupun rujukan untuk membuat suatu tulisan. Akan tetapi terhadap peristiwa pergolakan dan pemikirannya, tidak seorangpun diantara cendikiawan sekuler, yang berkeinginan menggali sejarah perjuangannya secara utuh dan jujur. Tidak satupun diantara mereka yang berusaha mencoba melihat dari sisi lain, bahwa Abdul Qahhar Mudzakkar adalah korban kelicikan, ketidak adilan serta korban dari akal busuk dan pengkhianatan kaki tangan kolonial Belanda.
Barangkali wajar jika sampai terjadi, penulisan sejarah mengenai perjuangan Abdul Qahhar dalam revolusi kemerdekaan Indonesia dimanipulasikan. Karena pada masa sejarah kehidupan Abdul Qahhar, ada juga seorang jenderal yang sangat berkuasa sempat mengeluh mengenai penulisan sejarah perjuangan yang tidak benar: “ Kolonel Supolo, kepala Humas MPRS menguraikan debatnya dengan kolonel Drs. Nugroho pada waktu melengkapi museum ABRI, dimana peran saya tidak ikut digambarkan. Bahkan dalam hal peran di MPRS selaku ketuanya tidak dihadirkan, walaupun ke-empat wakil ketuanya ditampilkan. Katanya kepala pusat sejarah ABRI ini, berterus terang bahwa ia terpaksa berbuat demikian “atas perintah”. (lihat di Nasution, Memenuhi panggilan tugas, jilid 8 )
Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dalam menyusun kabinet pemerintahan R.I pertama, negara belum memiliki kelengkapan tentara. Pembentukan kesatuan pertahanan bersenjata bermula dari BKR (Badan Keamanan Rakyat) kemudian berubah menjadi TKR (Tentara Keamanan Rakyat), kemudian menjadi TRI (Tentara Republik Indonesia), setelah itu menjadi Angkatan Perang Republik Indonesia/Serikat (APRI/S) dan pada akhirnya berkembang menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Dalam situasi kesatuan angkatan perang republik secara resmi belum berdiri, situasi ini merupakan suatu kesempatan yang baik bagi bekas serdadu-serdadu KNIL atau Het KNIL ( Het Koninklijk Nederland Indische Leger) yaitu organisasi kesatuan serdadu kerajaan Belanda untuk memanfaatkan. Apalagi dengan KMB yang diakhiri oleh istilah penyerahan kedaulatan, para bekas KNIL dapat secara aman meng”infiltrasi secara resmi” kedalam tubuh kesatuan tentara republik Indonesia. Barangkali menurut anggapan para bekas KNIL, TNI lebih cenderung merupakan singkatan dari Tentara Nederland Indonesia, oleh karena itu wadah tentara nasional harus lebi mengutamakan kepentingan bekas serdadu-serdadu kolonial Belanda Het KNIL.
Situasi Indonesia yang baru saja merdeka, yang juga diidukung oleh hasil dari keputusan Konferensi Meja Bundar (KMB), pada akirnya berasil mengumpulkan pejuang dan pengkhianat bangsa untuk bersama-sama berada dalam satu wadah. Kebersamaan mereka itu tidak hanya saja didalam pemerintahan sipil saja, akan tetapi juga terutama terjadi dalam instansi yang sangat penting yaitu pada angkatan bersenjata.
Pusat kesatuan tentara Indonesia pada waktu itu membawahi lima devisi, diantaranya teritorial Jawa Barat – divisi Siliwangi komandannya A.H Nasution, teritorial Jawa Tengah – divisi Diponegoro komandannya Gatot Subroto, teritorial Jawa Timur – divisi Brawijaya komandannya Sungkono dan dua teritorial lainnya di Sumatera  komandannya adalah Simbolon dan Kawilarang. Dengan membaca nama-nama komandan divisi tersebut, secara jelas dapat diketahui bahwa wadah tentara nasional pada waktu itu telah di dominasi oleh perwira-perwira berlatar belakang pendidikan akademi militer (yang didirikan oleh penjajah Belanda).  Sedangkan kekuatan pertahanan untuk wilayah Indonesia bagian timur; dikoordinir oleh Kesatuan Gerilyawan Seberang (KGS) yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Abdul Qahhar Mudzakkar. Wilayah kekuatan pertahanan dan penyerangan KGS meliputi Kalimantan, Bali, Kepulauan Nusatenggara, Sulawesi dan Kepulauan Maluku.
Setelah Jenderal Sudirman, Panglima Besar Angkatan Perang Republik Indonesia pergi selama-lamanya, bekas serdadu-serdadu penjajah Belanda yang pada awalnya telah menggeser dan melumpuhkan komandan-komandan Laskar di Jawa Barat ( pada umumnya berlatar belakang Kiai/Ulama), selanjutnya berhasil merebut posisi  yang sangat menentukan di Markas Besar Angkatan Darat (MBAD). Bekas KNIL di MBAD itu, kemudian merasa bebas menggeser para patriot pejuang kemerdekaan. Dan tampil sebagai orang yang paling berjasa dalam dunia kemiliteran di Indonesia.
Let.Kol. Abdul Qahhar, seorang yang pada masa revolusi kemerdekaan bertugas langsung dibawah komando Panglima Besar Jenderal Sudirman, serta tidak melalui pendidikan militer penjajah Belanda. Pada akhirnya, setelah Indonesia mendapat kedaulatan hadiah Belanda (KMB), ia kemudian menjadi korban dari penghianat-penghianat bangsa yang berkumpul dalam wadah tentara nasional. Awalnya ia ditekan karena MBAD telah dikuasai dan didominasi bekas KNIL, “sebagai seorang perwira dari Angkatan Perang tidak dipercayai oleh pimpinan Angkatan Perang sehingga menjadi perwira “nganggur” dan perwira tidak mempunyai “tanggung jawab” (- salinan surat Abdul Qahhar Mudzakkar)

Konferensi Meja Bundar (KMB)

Sesuai dengan keputusan KMB pada tanggal 27 Desember 1949, pemerintahan Belanda menyerahkan kedaulatan kepada bangsa Indonesia. Sebagai akibatnya negara Indonesia yang pada awalnya sesuai dengan UUD 1945 sebagai negara kesatuan, telah berakhir dan berubah menjadi Negara Federal yang bernama Republik Indonesia Serikat (R.I.S)  yang merupakan federasi negara-negara BFO dan RI-Yogyakarta.
Sikap Abdul Qahhar Mudzakkar terhadap hasil KMB beliau tulis dalam buku kecil “Konsep Negara demokrasi Indonesia – Koreksi Pemikiran Politik Pemerintahan Soekarno” halaman 16 : ” ….. tindakan khianat golongan Soekarno menjalankan politik kompromi, mengadakan perundingan dengan pihak Belanda pada masa meluas dan memuncaknya semangat perlawanan rakyat diseluruh kepulauan Indonesia, yang dipatahkan sekaligus dengan perjanjian Linggarjati tahun 1947, Perjanjian Renville tahun 1948, yang pada akhirnya dihancur leburkan dengan Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tahun 1949, yang menghasilkan pemberian kedaulatan hadiah Belanda dengan syarat “tanpa Irian Barat”, yang mempunyai rentetan akibat-akibat buruk seperti yang kita lihat sekarang, maka S.M. Kartosoewirjo seorang politicie berkwalitet tinggi, dan seorang Pemimpin Ulung Islam Revolusioner di Jawa Barat, bangkit mempelopori golongan Pejuang Islam revolusioner Indonesia menentang dan memberi perlawanan tegas kepada pemerintahan R.I Soekarno, serta mengumumkan proklamasi berdirinya Negara  Islam Indonesia pada tarich 12 Syawal 1368 H/ 7 Agustus 1949. Proklamasi S.M Kartosoewirjo itu diikuti dan didukung oleh golongan Pejuang Islam Revolusioner di Sulawesi, di Aceh dan di kepulauan Indonesia lainnya, dari barat sampai timur Indonesia”.
Akibat adanya KMB dengan segala keputusannya, tidak hanya mempengaruhi pemerintahan sipil saja, tetapi juga berpengaruh pada permasalahan-permasalahan yang terjadi didalam masalah pertahanan (tentara) negara. Terpaksa harus diadakan peleburan, wadah pejuang-pejuang Republik Indonesia bergabung menjadi satu dengan aparat warisan Belanda KNIL secara mudah tanpa persyaratan dalam Angkatan Perang Republik Indonesia Sementara (APRIS) atau APRI yang kemudian pada akhirnya APRI/S berubah menjadi TNI.
Abdul Qahhar Mudzakkar termasuk kelompok yang tidak setuju dengan KMB bersama-sama Jenderal Soedirman. Ia tidak menyetujui berlanjutny dominasi ekonomi penjajah; karena itu ketika diadakan Konferensi Meja Bundar (KMB), ia memerintahkan kepada anggota pasukannya untuk bergerak sebagai protes ketidak setujuan mereka. Peristiwa tersebut yang kemudian dikenal dengan Peristiwa Masamba Affair, yaitu suatu peristiwa yang telah membuktikan kepada dunia bawah wilayah Indonesia bagian Timur tidak sebagaimana menurut keterangan Belanda.

0 komentar:

Posting Komentar

My Picture Slideshow: Hasrum’s trip from Jakarta, Java, Indonesia to Makassar was created by TripAdvisor. See another Makassar slideshow. Create a free slideshow with music from your travel photos.

Blogger Advertisement